Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 6, 2011

Makna Sosial Ibadah Haji

Oleh : Atang

Ibadah haji adalah salah satu bentuk ibadah yang memiliki makna multi aspek, ritual, individual, politik psikologis dan sosial. Dikatakan aspek ritual karena haji termasuk salah satu rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan setiap muslim bagi yang mampu (istitho'a), pelaksanaannya diatur secara jelas dalam Al Quran.
Haji sebagai ibadah individual, keberhasilan haji sangat ditentukan oleh kualitas pribadi tiap-tiap umat Islam dalam memahami aturan dan ketentuan dalam melaksanakan ibadah haji.

Haji juga termasuk bentuk ibadah politik, karena persiapan sampai  pelaksanaanya masih memerlukan partisipasi dari pihak lain (pemerintah). Sedangkan dari aspek  psikologis, ibadah haji berarti tiap-tiap jemaah harus memiliki kesiapan mental yang tangguh dalam menghadapi perbedaan suhu, cuaca (iklim), budaya daerah yang sangat berbeda dengan situasi (iklim) bangsa Indonesia. Yang tidak kalah pentingnya dari ibadah haji adalah makna sosial, yaitu bagaimana para jemaah haji memiliki pengetahuan, pemahaman mengaplikasikan pesan-pesan ajaran yang ada dalam  pelaksanaan ibadah haji ke dalam konteks kehidupan masyarakat.
      Barang siapa yang menjalankan ibadah haji hendaknya memahami dan mampu mengambil hikmah dari tiga peristiwa masa lalu (sejarah). Peristiwa pertama, pada bulan haji ini, secara serentak umat Islam dianjurkan melaksanakan sholat sunah Idul Adha di lapangan terbuka. Kekompakan itu melambangkan adanya pelajaran bagi umat Islam, baik yang melaksanakan ibadah haji maupun yang belum agar selalu menjalin dan menjaga persatuan dan kesatuan (ukhuwah)  diantara sesama manusia. Predikat haji yang diperoleh bukan untuk sarana
kebanggaan atau kesombongan, melainkan sebagai sarana untuk melatih dan membangun kesabaran, penghargaan, penghormatan kepada sesama umat manusia. Peristiwa kedua, pada bulan haji ini semua umat Islam bagi yang mampu melakukan penyembelihan hewan (kurban) serta ada mengalir darah hewan dimana-mana. Hal ini menandakan kesediaan umat Islam yang melaksanakan ibadah haji harus berusaha membunuh atau membuang sifat-sifat kebinatangan (nafsu hewaniah) yang hanya menitikberatkan pada masalah nafsu emosional, keserakahan tanpa mengenal aturan dan etika, berganti menjadi mentalitas manusia yang selalu menjunjung tinggi rasional, perasaan, menghargai dan  menjunjung tinggi etika, norma dan aturan yang berlaku baik secara sosial maupun agama. Peristiwa ketiga, pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci akan dihadiri oleh jutaan manusia di dunia yang berasal dari mancanegara dan memiliki budaya,

kerakter, warna kulit, keyakinan agama yang sangat berbeda-beda. Mereka  semua bisa bersatu padu tanpa memperhatikan dan mempersoalkan asal usul, warna kulit budaya maupun keyakinan agama. Artinya, siapa pun yang memiliki  niat menjalankan ibadah haji harus berusaha menumbuhkan perasaan atau mentalitas pluralistik dalam segala hal, dengan cara menumbuhkan semangat  kebersamaan, toleransi, saling menghormati dan menghargai manusia.

Makna Sosial 
Selama ini ibadah haji cenderung lebih dipahami sebagai ibadah ritual daripada ibadah sosial. Artinya, predikat haji bagi seseorang hanya dilihat dari kemampuan berangkat dan datang kembali ke Tanah Air dengan disertai cerita-cerita atau pengalaman religius yang beraneka warna. Padahal, ibadah  haji lebih banyak makna sosialnya daripada makna ritual (transendental). Hal ini didasarkan pada substansi Islam adalah agama rohmatan lil'alamiin. (QS.Al-Anbiya: 107). Makna sosial ibadah haji dapat diambil dari serangkaian kegiatan yang dilakukan selama  ibadah haji berlangsung dan juga dikategorikan sebagai syarat dan rukun ibadah haji.

Di antara kegiatan ritual haji yang mengandung makna sosial antara lain: Pertama, Ihram, mengandung makna melepaskan dan membebaskan diri dari lambang material dan ikatan kemanusiaan, mengosongkan diri dari mentalitas keduniawiaan, membersihkan diri dari nafsu serakah angkara murka, kesombongan serta kesewenang-wenangan. Umat Islam yang telah memakai pakaian ihram harus berjiwa stabil, tidak dikendalikan nafsu emosional terhadap material (kekayaan/harta). Kalaupun mencari kekayaan/ harta harus selalu memperhatikan, menghormati dan menjunjung tinggi aturan yang ada.

Praktek KKN, menumpuk kekayaan sementara orang lain menderita, menimbun barang pada saat orang lain kesulitan mencari harus segera ditinggalkan, kalau umat Islam sudah mengenakan pakaian ihram di tanah suci. Kedua, Thowaf, mengandung isyarat keluar dari lingkungan manusia yang buas masuk ke dalam lingkungan Rabbaniyah yang penuh kasih sayang, saling menghargai dan saling menghormati. Sebelum thowaf, jamaah haji terlebih dahulu melontar jumrah sebagai pertanda mengusir setan yang menggoda Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as dan Siti Hajar. Itu artinya, setiap jemaah haji harus selalu berusaha mengusir godaan setan yang bersarang dalam dirinya. Ketiga, Sa'i, mengandung isyarat kesediaan menjalankan tugas dan tanggung jawab (berjalan) bagi jemaah haji ke arah hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.

Artinya, siapa pun yang sudah menjalankan ibadah haji harus bisa mengambil makna Sa'i yang menyimpan makna perlunya perilaku yang positif baik untuk dirinya maupun orang lain (masyarakat). Keempat, Al-hulqu/Tahallul, (memotong rambut) mengandung isyarat pembersihan, penghapusan sisa-sisa cara berfikir yang kotor yang masih berada dalam kelopak kepala masing-masing manusia. Jemaah haji yang telah menjalankan tahallul mesti harus memiliki cara pikir, konsep kehidupan yang bersih, baik tidak menyimpang dari etika dan norma sosial maupun agama. Dengan kata lain, tahallul berarti mengajarkan kepada umat Islam yang menjalankan ibadah haji agar bisa memiliki dan mengeluarkan pikiran yang baik dan positif.

Makna sosial ibadah haji adalah mengajarkan kepada umat Islam umumnya dan jemaah haji khususnya senantiasa mengubah pikiran, sikap serta perilaku (tindakan) yang lebih bermanfaat untuk masyarakat dan orang lain. Jangan sampai memiliki persepsi bahwa ibadah haji itu hanya untuk Allah, justru yang paling esensial adalah ibadah haji itu diperuntukkan bagi sesama manusia dengan cara selalu menjaga, menghormati, menghargai serta saling menjunjung tinggi martabat manusia. Sabda rasul dalam dalam kitab Ruhul Bayan Jilid II: "Tidak akan berhasil bagi orang yang melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci sekiranya tidak membawa tiga hal; (1) sikap wara' yang membendung dirinya melakukan yang diharamkan, (2) sikap sabar yang dapat meredam amarah, (3) dan bergaul baik dengan sesama manusia. "Disinilah makna sosial dari ibadah haji. Semoga saudara-saudara Muslim yang sekarang diberi kenikmatan dapat menjalankan ibadah haji bisa mengambil makna sosial dari ibadah haji, tanpa harus mengurangi kualitas amalan ritual dalam ibadah haji, amien. Wallahua’lam bissawab. ***

* Penulis, Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab.Muhammadiyah Sambas.






No comments:

Post a Comment