ADA paradigma baru ketika DPRD memasuki era baru dengan ditetapkannya UU No. 27/2009 dan PP No.16/2010 yang memberikan “jatah” tenaga ahli, kelompok pakar, dan tim ahli kepada DPRD. Sejak lama disadari bahwa DPRD seharusnya memiliki penasihat sekaligus pendamping dalam melaksanakan fungsinya sebagai representasi rakyat pemilih (voters). Namun baru dalam UU 27 dan PP 16 ini, hal tersebut dinyatakan secara eksplisit. Terkait dengan pendamping dan penasihat tersebut, sesunggguhnya apakah perbedaan dari ketiga jenis ahli ini sehingga dibedakan dalam peraturan perundangan?
Perbedaan Tim Ahli dan Kelompok Pakar/Tim Ahli, jika kita mengacu pada UU diatas, maka dapat diuraikan beberapa perbedaan yang mendasar, yakni: Tenaga ahli ditempatkan di fraksi, sementara kelompok pakar/tim ahli di alat kelengkapan DPRD. Oleh karena fraksi bukan alat kelengkapan DPRD, meskipun sarana dan anggarannya disediakan oleh Sekretariat DPRD, maka diskusi dan iklim yang tumbuh berkembang di dalamnya ada politik. Sehingga, seorang tenaga ahli diharapkan bisa membantu dalam konteks kepentingan politik partai pembentuk fraksi tersebut.
Tugas yang diemban oleh tenaga ahli lebih luas, sementara kelompok pakar/tim ahli hanya pada bidang tertentu, sesuai dengan spesialisasi alat kelengkapan tempatnya diletakkan. Kepentingan politik partai yang membentuk suatu fraksi tentu berkenaan dengan semua isu yang sedang berkembang di daerah, baik di pemerintahan maupun di masyarakat.
Tenaga ahli cenderung mendukung fraksi dalam hal kepentingan politik, sementara kelompok pakar/tim ahli berkaitan dengan fungsi representasi anggota DPRD. Kelompok pakar dan tim ahli akan membantu alat kelengkapan DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang berhubungan dengan posisi mereka sebagai representasi pemilih, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok (partai politik) anggota DPRD. Dengan demikian, dimensi dalam memberikan pertimbangan (judgment) dan rekomendasi akan berbeda dengan tenaga ahli untuk fraksi.
Permasalahan dan Implikasi
Meskipun pasal 34 dan 117 telah mengatur tentang persyaratan tenaga ahli, kelompok pakar dan tim ahli, ada beberapa persoalan yang akan dihadapi oleh Sekwan dan DPRD, diantaranya: Siapa yang layak menjadi tenaga ahli, kelompok pakar dan tim ahli? Berapa jumlah tenaga ahli, kelompok pakar dan tim ahli yang dibutuhkan? Bagaimana bentuk kontrak kerja yang harus dibuat?
Implikasi keberadaan tenaga ahli, kelompok pakar, dan tim ahli di DPRD dapat dilihat dari beberapa aspek : Aspek penganggaran dan keuangan. Seorang tenaga ahli atau pakar akan mendapatan remunerasi berupa honor yang berbeda dengan tarif normal di Pemda. Tarif honorarium tenaga ahli/pakar dapat ditetapkan dalam surat keputusan kepala daerah, baik dibuat terpisah atau menyatu dengan SK tentang standar harga barang dan jasa yang telah ada selama ini.
Aspek politik. Tenaga ahli/kelompok pakar/tim ahli akan memperkuat kapasitas seorang anggota dan lembaga DPRD, khususnya dalam memahami peran dan fungsi anggota DPRD, proses pembuatan kebijakan publik, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan intelektualitas dan kecerdasan berpikir secara logis. Pada akhirnya, anggota DPRD akan dapat memperjuangkan aspirasi politiknya secara lebih baik dan lebih seimbang ketika bertarung berhadapan dengan Pemerintah Daerah dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik. Aspek kebijakan. Keberadaan tenaga ahli/pakar diharapkan dapat meningkatkan kualita kebijakan publik yang dihasilkan dari lembaga perwakilan (DPRD). Tenaga ahli/pakar ibarat penyaring dari kebijakan publik yang akan diputuskan, atau bahkan bisa menjadi inspirator bagi anggota DPRD untuk menemukan ide, gagasan, dan rekomendasi cerdas terkait kebijakan publik.
Berkaitan dengan Kebijakan Publik, maka seorang Tenaha Ahli Fraksi minimal memiliki kemampuan terhadap analisis kebijakan dan patut disadari, bahwa analisis kebijakan adalah sebuah seni di dalam memahami sebuah rencana kebijakan publik yang akan diterapkan oleh sebuah otoritas publik. Analisis kebijakan publik memerlukan sebuah uraian tentang data, informasi dan berbagai alternatif yang mungkin ditempuh untuk menentukan sebuah kebijakan publik. Seorang analisis kebijakan yang profesional akan dengan cekatan mampu memberikan sebuah deskripsi ataupun uraian yang runtut jelas dan lengkap serta menimbang berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika sebuah alternatif kebijakan diambil.
Perlu diketahui bahwa analisis kebijakan bukanlah sebuah keputusan, tetapi lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuatan kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut dan juga berbagai alternatif dan kemungkinan rencana kebijakan yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan yang legitimate. Setidak-tidaknya ada lima argumen tentang arti penting analisis kebijakan publik, yaitu :
(1). Dengan analisis kebijakan, maka pertimbangan yang scientifik, rasional dan obyektif diharapkan dijadikan dasar bagi semua pembuatan kebijakan publik. Ini artinya bahwa kebijakan publik dibuat berdasarkan pertimbangan ilmiah yang rasional dan obyektif bukan semata-mata pertimbangan sempit, seperti misalnya pertimbangan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan politik tertentu. (2). Analisis kebijakan yang baik dan komprehensif memungkinkan sebuah kebijakan didesain secara sempurna dalam rangka merealisasikan tujuan mewujudkan kesejahteraan umum (public welfare).
Hal ini karena analisis kebijakan harus mendasarkan diri pada visi dan misi yang jelas yaitu mengatur sebuah persoalan agar tercipta tertib sosial menuju masyarakat yang sejahtera. (3). Analisis kebijakan menjadi sangat penting oleh karena persoalan bersifat multidimensional, saling terkait (interdependent) dan berkorelasi satu dengan lainnya. Oleh karena kenyataan ini maka pihak analis kebijakan mestinya berupa sebuah tim nyang multidisiplin yang meliputi berbagai bidang keahlian (expertise). (4). Analisis kebijakan memungkinkan tersedianya panduan yang komprehensif bagi pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Hal ini disebabkan analisis kebijakan juga mencakup dua hal pokok yaitu hal-hal yang bersifat substansial saat ini dan hal-hal strategik yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. (5). Analisis kebijakan memberikan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan partisipasi publik. Hal ini dikarenakan dalam metode analisis kebijakan mesti melibatkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat ini dapat diperoleh dari berbagai mekanisme seperti misalnya melalui konsultasi publik, debat publik, curah fikir bersama berbagai pihak yang terkait (stakeholders), deliberasi publik dan sebagainya. **
No comments:
Post a Comment