Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, November 4, 2011

Memilih Pemimpin

Oleh: Aswandi

MINGGU,, 18 September 2011, Harian Pontianak Post memuat cuplikan sambutan halal bi halal, Prof. Dr. H. Chairil Effendy, MS selaku Ketua Majlis Adat Melayu (MABM) Kalimantan Barat.yang intinya mengajak kita semua untuk “Bersatu mencari pemimpin yang mempunyai keberpihakan terhadap rakyat. Dan bila semangat tersebut terbangun niscaya perubahan akan terwujud. Sebab pemimpin tidak boleh memikirkan diri sendiri, namun mesti mengelola kepemimpinan untuk mensejahterakan masyarakatnya”, Sejak membaca berita tersebut, penulis ingin secepatnya memberi tanggapan, Opini Senin, 26 September 2011 lalu berjudul “Bersatu Mencari Pemimpin” tanggapan awal atas ajakan tersebut dan opini hari ini berjudul “Memilih Pemimpin adalah kelanjutannya.
Sinyalemen salah seorang tokoh masyarakat Kalimantan Barat ini adalah tepat dan perlu didukung oleh kita semua, karena dalam implementasinya, bersatu mencari pemimpin sulit dilaksanakan, penyebabnya antara lain;(1) Persatuan belum didasarkan pada nilai universal yang luhur; (2) Mitos kepemimpinan yang menyesatkan masih kental dalam masyarakat kita; (2) Belum dipahaminya hak menjadi pemimpin; dan (3) Salah paham tentang pemimpin perubahan sejati.

Bersatu mencari pemimpin dengan sungguh-sungguh hanya bisa terwujud jika didasarkan pada nilai universal yang dipahami, disadari dan dipedomani oleh seluruh masyarakat, terutama oleh para tokoh masyarakat sebagai opinion leader. Himbauan Prof Dr. Chairil Effendy, MS agar pembangunan berpihak kepada rakyat dan untuk kesejahteraan masyarakat adalah salah satu unsur penting dari terpenuhinya nilai universal yang dapat menjadi dasar dalam mempersatukan rakyat. Penulis memberi apresiasi yang tinggi kepada beliau selaku ketua ormas berbasis kesukuan dengan pernyataan inklusif seperti itu, karena selama ini ormas berbasis kesukuan terkesan ekslusif dan tidak jarang primordialisme picik, misalnya dalam memilih pemimpin yang penting atau pokoknya orang kite, Biar ½ (setengah) ons asal orang kite.
Seruan untuk bersatu mencari pemimpin sangat diperlukan saat ini, tidak hanya untuk menjaga ketertiban dan keamanan sebelum dan sesudah pemilu/pilkada, melainkan jauh dari itu, yakni melawan dan menghilangkan mitos kepemimpinan yang sangat menyesatkan dan merusak sistem ketatanegaraan di negeri ini. 
Mitos kepemimpinan adalah sebuah keyakinan yang tidak akurat dan bahkan salah atau palsu tentang kepemimpinan, tetapi ia dipercaya memberikan pengaruh yang sangat kuat agar orang lain menjadi pengikutnya.
Kouzes & Posner (1999) dalam bukunya “The Leadership Challenge” menyebutkan beberapa mitos yang menjadi tantangan kepemimpinan, yakni mitos; (1) pemimpin sebagai pembangkang yang menarik sekelompok pengikut dengan tindakan yang berani; (2) pemimpin harus bersifat tenang, menjauh, analitis, memisahkan emosi dari pekerjaannya; (3) pemimpin harus karismatik atau memiliki bakat khusus; (4) pemimpin adalah posisi, tempat, dan kedudukan. Namun tidaklah demikian, pemimpin adalah kemampuan mempengaruhi orang lain; (5) pemimpin adalah seseorang yang berada di puncak sunyi, Namun tidaklah demikian, pemimpin tidak berada di ruang hampa, melainkan berada di ruang terbuka dan di akar rumput; (6) kepemimpinan dicangkan hanya untuk sedikit orang diantara kita atau kepemimpinan untuk kalangan terbatas, misalnya untuk yang berdarah biru. John C. Maxwell (2001) dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” menambahkan lima mitos kepemimpinan, yakni mitos; manajemen, usahawan, pengetahuan, pelopor, dan posisi.
Dari sekian mitos, terdapat satu mitos kepemimpinan yang paling merusak sistem ketatanegaraan, yakni kepemimpinan untuk sedikit atau segelintir orang.  Hal ini bukan berarti semua orang boleh mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin, tentu ada persyaratannya, yakni kuat dan terpercaya. Pembaca sependapat, bahwa kita tidak mau dipimpin oleh orang gila, karena sekarang banyak orang gila ingin menjadi pemimpin.
Menurut penulis, himbawan Prof. Dr. Chairil Effendy, MS untuk bersatu mencari pemimpin barang kali hanya ingin mengingatkan masyarakat agar jangan beramai-ramai menjadi kandidat pemimpin, barangkali cukup satu atau dua pasang saja.

Karena tidak mungkin kita akan bersatu dan menang jika kita dihadapkan pada banyak pilihan. Mekanisme memilih pemimpin yang dilakukan oleh Partai Golkar melalui survei yang terpercaya (bukan survei pesanan) adalah sesuatu yang baik untuk dicontoh Pengalaman mengajarkan kepada kita kekalahan selalu pada mereka yang tidak memperhatikan persolan ini. Ada asumsi yang menyatakan jika kita bersiteru sekuat apapun modal yang kita miliki, dia hanya menjadi faktor yang membuat kita menjadi lemah dan kalah, sementara lawan politik kita menjadi kuat karena perseteruan kita. Oleh karena itu harus ditetapkan bersama calon pemimpin yang paling kuat lagi terpercaya. Dalam sebuah semboyan “Bersatu Kita Bisa”
John C. Maxwell (2003) dalam bukunya “The Right to Lead” menegaskan bahwa; “Hak menjadi pemimpin hanya dapat diupayakan, membutuhkan waktu dan perjuangan”. Bukan terjun bebas bermodalkan uang semata, retorika dan janji-janji, karena diyakini bahwa manusia itu sama saja dalam janji-janjinya, hanya dalam perbuatannya atau perjuangannyalah dia berbeda dan teruji. Oleh karena itu, ketika kita harus bersatu memilih pemimpin, maka pilihlah pemimpin yang telah membuktikan hasil perjuangannya, rakyat senang dan percaya kepadanya.
Dalam tarikh Khulafa Ar Rashidin terdapat penjelasan bermakna siapa yang sesungguhnya berhak menjadi seorang pemimpin, tak lain adalah mereka yang telah terbukti dan teruji perjuangannya dan selalu mengambil bagian secara aktif dalam mengatasi segala persoalan yang dihadapi rakyatnya. Di bagian lain dari sambutannya, Prof Dr. Chairil Effendy MS mengingatkan kita dalam memilih seorang pemimpin perubahan sejati yang membawa kemajuan bagi seluruh rakyat di daerah ini, dikatakan beliau “Pemimpin yang tidak mementingkan diri sendiri. Penulis tambahkan pemimpin untuk semua bukan untuk kalangan terbatas saja.
Pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran pakar perubahan Joh R. Ketzenbach (1998) dalam bukunya “Real Change Leaders” mengemukakan ciri utama atau terpenting dari pemimpin perubahan sejati adalah, seorang pemimpin yang rela hidup di “Masa Delta”, yakni masa penuh penderitaan atau rela miskin demi kesejahteraan rakyatnya, bukan sebaliknyabahkan.
Mengakhiri opini ini penulis kutip sabda Rasulullah SAW yang secara tegas menunjukkan criteria seorang pemimpin yang boleh dipilih demi keselamatan umat manusia, sabda yang dimaksud adalah sebagai berikut; “Barang siapa memilih seseorang, sedangkan ia mengetahui bahwa ada orang lain yang lebih layak dari yang dipilihnya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan amanat kaum muslimin”, dikutip dari M. Quraish Shihab (1994) dalam bukunya “Lentera Hati”; (Penulis adalah dosen FKIP UNTAN)




No comments:

Post a Comment