Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 13, 2011

Mempersoalkan IT pada Anak

Oleh: Aswandi

SAAT ini, kita hidup di era Information Technology (IT), ditandai; (1) tersedianya PC (Personal Computer) yang memadai di setiap rumah tangga, dan sekaligus semakin meningkat tingkat penduduk yang secara aktif menggunakan internet; (2) tradisi nonton televisi telah merambah di sebagian besar rumah kita tanpa terkendalikan; (3) fasilitas saluran telepon sebagai sarana dirasakan paling efektif dan efisien untuk melaksanakan berbagai program. Terbangun suatu keyakinan bahwa efektifitas dan efisiensi harus bersentuhan dengan IT, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang IT tidak dapat ditolak.

Akhir-akhir ini, para pakar pendidikan mulai mempersoalkan pemanfaatan IT bagi pendidikan anak.
Sebuah buku paling kontroversial karya Amy Chua (2011) berjudul “Battle Hymn of  The Tiger Mother” menceritakan kisah ibu China yang teguh memegang nilai-nilai tradisi China dalam mendidik anaknya. Mereka berpandangan mendidik anak ala China jauh lebih baik dari pada ala Barat yang mendewakan dan dimanjakan peran IT dan cara mendidik ibu China telah terbukti melahirkan putra-putrinya menjadi sang juara, mencetak banyak genius matematika dan pemusik berbakat. Benturan antar budaya membuatnya berperang dengan anak-anaknya, suaminya, bahkan benturan terjadi dengan orang tua China sendiri yang telah terpengaruh mendidik anak ala Barat. Satu diantara larangan keras yang tidak pernah boleh dilakukan oleh anak-anaknya adalah menonton televisi (TV) dan bermain game komputer.
Readers Digest, sebuah majalah yang dibaca oleh banyak orang Asia, edisi November 2011 memuat sebuah artikel berjudul “Cyber Bullying” atau kejahatan cyber (penghinaan, ancaman, pelecehan, dan dipermalukan) menginformasikan survei yang dilakukan perusahaan keamanan  internet Norton Symantec di Kanada mendapati seperempat (25%) dari 1.068 orang tua dengan anak usia 8-18 tahun menyatakan bahwa anak mereka terlibat dalam cyber bullying, baik sebagai korban, pelaku atau saksi. Korban kebanyakan anak-anak usia SMP dan perempuan. Rosdiana  berpendapat bahwa cyber-bullying telah terjadi di Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak.
Kecemasan terhadap dampak cyber-bullying membuat Presiden AS Barack Obama merasa perlu menegaskan bahwa segala aktivitas bully, baik berupa penganiayaan dan intimidasi harus tidak lagi ditoleransi. Cyber-bullying dirasakan sangat merusak mental anak, seperti; anak menjadi lebih berani melawan orang tuanya, dengan mudah minggat meninggalkan rumah tanpa pamit pada orang tua mereka, menjadi pendiam dan pemalas karena merasa tertekan jiwanya.  Survei Nielsen di Indonesia menyimpulkan bahwa Indonesia adalah Negara dengan jumlah pengguna internet via ponsel terbesar (48%) di Asia Tenggara, dibanding Thailand (36%), Singapura (35%) dan Vietnam (29%). Penelitian lain menginformasikan bahwa ponsel banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah  untuk tujuan yang tidak jelas. Menjadi terasa aneh kekuatan perusahaan IT justru didukung oleh masyarakat ekonomi lemah di negeri ini. 

Nicholas Carr (2011) dalam bukunya “The Shallows: What the Internet is Doing to Our Brains” mengingatkan bahwa internet telah berhasil memberikan kemudahan dan kesenangan, tetapi juga mendangkalkan cara berpikir kita. Bandingkan dengan membaca buku cetak yang dapat membuat kita dapat memfokuskan perhatian, mendorong aktivitas berpikir mendalam dan kreatif. Sebaliknya internet memaksakan kita menelan informasi secara instan, cepat, dan massal sehingga membuat pikiran mudah teralihkan. Kita menjadi terbiasa membaca serba kilat dan cepat menyaring informasi, tetapi akibatnya kita juga kehilangan kapasitas untuk berkonsentrasi, merenung, dan berpikir mendalam, berdampak mengancam daya konsentrasi, proses kreativitas, dan mendangkalkan pemikiran.

Marshall McLuhan membantah sikap pesimistik terhadap IT seraya mengatakan “Kita begitu mudah mengambinghitamkan perangkat teknologi untuk dosa para penggunanya”.  Apakah televisi, internet, komputer, dan media IT lainnya akan menjadi teman atau musuh di ruang keluarga kita, sangatlah tergantung pada kearifan kita memanfaatkannya.  IT akan menjadi penjaga atau pencuri akan sangat tergantung kepada kita yang menggunakannya. Produk ilmu modern tidak dengan sendirinya barus atau jelek: Penggunaannyalah yang menentukan nilai mereka. Dengan perkataan lain, penyalahgunaan IT lah yang menyebabkan timbulnya masalah membaca anak bangsa. Perlakukanlah media IT seperti kita memperlakukan obat, walaupun bermanfaat, namun harus diawasi pemakaiannya agar obat tersebut tidak menjadi racun atau candu.

Studi terhadap 1.680 anak berusia sekolah yang menggunakan komputer, para peneliti menemukan kalau “Penggunaan Tanpa Berlebihan”, maka komputer adalah satu faktor kunci pencapaian akademik anak. Mereka yang menggunakan komputer kurang dari delapan jam seminggu mencapai prestasi lebih tinggi dalam hal pengenalan kata dan huruf, pemahaman bacaan, kalkulasi matematika dari pada anak tidak menggunakan komputer. Sebaliknya, studi internasional terhadap anak berusia 15 tahun di 32 negara bagian di Amerika Serikat menemukan prestasi negatif berhubungan dengan askes komputer secara berlebihan. Para peneliti menemukan semakin banyak komputer ada di rumah, semakin rendah nilai matematika dan membaca. Ketika studi ini pindah kepada penggunaan komputer di ruang kelas, tidak ada dampak negatif asalkan penggunaan komputer sesuai tujuan pendidikan atau komunikasi.

Dari uraian di atas semakin jelas, bahwa kehadiran IT tidak bisa dihindari, namun ia akan memberi manfaat atau tidak merusak mental anak tergantung pada kecerdasaan dan ketajaman kita memanfaatkannya, jangan biarkan kita terhanyut dan terus berikan kesempatan kepada pikiran dan nurani kita untuk tetap eksis memegang komando, kita gunakan IT untuk tujuan yang jelas dalam kapasitas yang sesuai.
Akhirnya penulis tegaskan, bahwa pertumbuhan dan penawaran informasi melalui internet dan revolusi digital lainnya masih belum mampu menggantikan perpustakaan atau tidak ada yang mampu memusnahkan perpustakaan. Disitulah kelebihan perpustakaan (Penulis, Dosen FKIP UNTAN)







No comments:

Post a Comment