Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, December 4, 2011

Jangan Lupakan Sejarah

Oleh: Aswandi
SABTU, 3 Desember 2011, penulis diundang menjadi nara sumber di dua tempat yang berbeda untuk mengkaji tema yang sama “Jangan Lupakan Sejarah”, lebih khusus “Jangan Lupakan Sejarah Pejuang Kebenaraan. Pengalaman menjadi nara sumber di dua kegiatan tersebut menginspirasi ditulisnya opini ini.  Tempo dulu, dikumandangkan sebuah slogan “Jas Merah”. Slogan tersebut menegaskan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, dapat bermakna tidak melupakan jasa para pejuang dan pahlawannya.

Hari ini, tumbuh kesadaran bahwa sejarah bangsa berpengaruh terhadap daya saing bangsa tersebut. Sebuah bangsa yang melupakan sejarah bangsanya memiliki daya saing rendah, demikian sebaliknya. Ketika Amerika mengalami kemunduran dan keterpurukan prestasi akademik siswanya bidang matematika, sains dan bahasa, jauh lebih rendah dari prestasi yang dicapai siswa Asia. Pemerintah Amerika memandang negerinya dalam keadaan bahaya atau Nation at Risk. Berkumpul para ilmuan guna mencari jawabannya. Ditemukan ternyata penyebab dari lemahnya daya saing bangsa akibat melemahnya rasa kebanggaan pelajar terhadap bangsanya. Solusinya, bukan upaya memperbaiki proses pembelajaran bidang studi tersebut, melainkan menambah dan mewajibkan siswanya untuk mempelajari sejarah bangsanya.

Mengapa harus melalui sejarah? Sejarah dapat mengkonsepsikan kehidupan dalam perjalanan waktu. Sejarah mengajarkan kepada kita cara menentukan pilihan untuk mempertimbangkan berbagai pendapat. Sejarah juga dapat mempersatukan atau menciptakan persaudaraan diantara kita. Sejarah telah terbukti mampu mengajarkan kepada kita berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, bahkan sejarah mengajarkan kepada kita mengenai apa yang tidak dapat kita lihat.

Cicero salah seorang sejarahawan yang hidup satu abad sebelum masehi mengatakan, “Jika kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita lahir, berarti kita tetap sebagai anak kecil”.Sejarah bukan sekadar fakta, nama, dan tanggal, melainkan interpretasi atau penilaian, kepedulian dan kewaspadaan.
Sejarah adalah sebuah peristiwa yang sering diulang dalam modus yang berbeda. Sejarah mengajarkan kita bahwa 2,5%  dari orang dalam sebuah organisasi yang ingin melakukan perubahan berhadapan dengan 16% dari mereka yang menolak keinginan perubahan tersebut dan 35% mengambil sikap bergabung mendukung perubahan agar hidupnya (jalan mencari) selamat. Melalui sejarah, kita belajar transisi kekuasaan yang sering kali menunpahkan darah, dan mempertahankan kekuasaan cendrung korup dan berkembangnya fitnah.
Sejarah kematian Husein cucu tercinta Rasullah Saw misalnya, memberi pelajaran bermakna dan membangunkan kesadaran umat akan pentingnya sejarah. Husein bin Abi Thalib, cucu yang sejak kelahirannya sangat dicintai oleh baginda Rasulullah Saw. Seorang cucu yang selalu dicium pipinya dan dipeluk hangat tubuhnya. Namun akhir kehidupan seorang cucu yang sangat dicintai oleh Rasulullah Saw dibunuh secara sadis dan kejam, dipenggal kepalanya yang ketika ia hidup selalu dipeluk-cium oleh kakek yang sangat sayang kepadanya.
Kejahatan kemanusiaan yang sangat biadab sepanjang sejarah itu ternyata berawal dari; (1) ambisi politik penguasa yang takut kehilangan kekuasaannya, menebar fitnah dan menuduh Husein mau mengambil kekuasaan yang sudah dirasakan sebagai miliknya; (2) sikap munafik (lain kata lain perbuatan), berpura-pura pendukung yang loyal sebagai satu bentuk penghiyanatan.   
Cut Nyak Dien salah seorang pahlawan nasional saat memimpin peperangan selalu mengingatkan pasukannya untuk tetap waspada, baik saat terang  (jelas siapa kawan dan siapa lawan), dan di saat gelap (tidak jelas siapa kawan dan siapa lawan), dan lebih waspada lagi saat berawan (siapa kawan dan siapa lawan serba terlihat abu-abu atau samar, dari mulutnya terucap sebagai kawan setia memiliki loyalitas tinggi, tetapi dalam hatinya menusuk dari belakang).
Fenomena sejarah seperti itu, sering terulang dalam masyarakat kita saat ini; mendukung calon pemimpin karena ada maunya, ada udang di balik bakwan, mendatangi semua kandidat dan mengatakan dukungannya, ternyata loyalitasnya semu untuk sebuah proposal, menggunakan kesempatan di saat calon pemimpin yang sedang mengidap penyakit irrasional dan senang dipuja-puji.
Bukti lain, menunjukkan rendahnya kesadaran kita terhadap sejarah, khususnya sejarah pejuang kemerdekaan Indonessia yang berasal dari Kalimantan Barat  Salah satu faktanya terungkap saat bedah buku berjudul Memoar Muhammad Ali Anyang ditulis oleh Syafarudin Usman memberikan informasi tentang kepemimpinan dan kepahlawanan Ali Anyang dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Hampir semua kabupaten/kota di Kalimantan Barat yang dikuasai atau lokasi konsentrasi penjajah, seperti Sambas, Landak, Bengkayang, dan Pontianak berhasil ditumpas oleh Ali Anyang dan para pejuang lainnya.
Beliau ajarkan kepada kita nilai atau karakter yang sangat diperlukan saat ini; rela berkorban, pantang menyerah, suka menolong sesama tanpa membedakan suku dan agama, nasionalist dan patriotic.

Ia korbankan diri dan keluarganya untuk bangsa dan daerah ini dari penjajah. Istri tercinta Siti Hadjir, seorang putra (Armyn Ali Anyang) dan tujuh putrinya senantiasa mengikhlaskan suaminya, dan ayah tercinta terjun ke medan perang tidak untuk diri dan keluarganya, melainkan untuk kita yang tinggal di bumi khatulistiwa ini. Setiap mengiringi kepergian suami dan ayahnya terlintas dalam pikiran mereka dua pilihan “Merdeka atau Mati”. Lebih mengharukan lagi adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang membuat kita nyaman hidup sekarang ini ternyata hingga akhir hidupnya tidak mampu membangun sebuah rumah sangat sederhana tipe 21 untuk keluarganya, dan 40 hari setelah kepergiaan Ali Anyang menghadap Tuhannya, keluarganya (istri dan anak-anaknya) harus meninggalkan asrama tempat tinggalnya. Untuk menghidupi keluarganya, ibu Siti Hadjir harus bekerja keras, berjualan kecil-kecilan di kampungnya.

Ali Anyang telah mengajarkan kehidupan sederhana kepada anak-anaknya, seorang anaknya adalah perwira yang dikenal berkota sopan dan tidak arogan kepada semua orang, memiliki sifat tolerasi yang tinggi, dan sangat peduli terhadap kaum lemah membuat ayahnya tersenyum di alam barzah dan di surga.Belajar sejarah semestinya kita belajar kearifan, karena sejarah berisi informasi tentang kebenaran yang tidak boleh dikurangi dan tidak boleh ditambah, tetapi memerlukan interpretasi..Namun sayangnya, sejarah sering dilupakan, bahkan di negeri ini sejarah ditulis tidak dimaksudkan untuk menyampaikan kebenaran, melainkan ditulis untuk kepentingan politik penguasa dan golongannya.(Penulis, Dosen FKIP Untan)

No comments:

Post a Comment