Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, December 26, 2011

Kondisi Sosial Politik Kalimantan Barat Sepanjang 2011

SAMPAI medio 2011 kondisi perpolitikan di Kalbar merupakan periode lebih sehat dan konstruktif dibanding dengan periode-periode sebelumnya. Walaupun setahun lagi dua pemilihan kepala daerah : pemilihan gubernur (Pilgub) Kalbar dan pemilihan walikota (Pilwako) Singkawang  akan berlangsung dalam waktu bersamaan. Hampir tak ada pengerahan massa bagi persiapan “pesta” demokrasi yang dikhawatirkan menjurus pada gejolak seperti terjadi sebelumnya.

     Upaya membandingkan kondisi politik antara 2010 dengan 2011 dirasakan cukup adil. Keduanya adalah periode yang sama-sama menghadapi dua pesta demokrasi: Pemilihan Bupati (Pilbub) Kabupaten Sintang dan Pilbub Kabupaten Ketapang  2010 dan persiapan Pilgub Kalbar dan  Pilwako Singkawang, 2012. Selain itu, dua periode tersebut juga sudah dan sedang menghadapi 2 (dua) peristiwa mengenaskan yang dikhawatirkan menimbulkan dampak sampingan negatif: Kasus Tarakan 2010 yang meledak  2 (dua) kali, 26 – 29/9 – 2010 yang menelan 5 (lima) jiwa melayang (Pontianak Post, 30/9-2010:1; Borneo Tribun, 30/9-2010:1) dan Kasus Camar Bulan 2011 yang menyita perhatian pejabat Pusat yang dinilai oleh banyak media massa kurang memperhatikan dan memperdulikan daerah, khususnya Kalbar (Pontianak Post, 24/11-2011:2; Borneo Tribun, 25/10-2011:1).

Tahun 2011 Lebih Damai dan Aman
     Walaupun Pilbub Ketapang dan  Sintang 2010 berakhir tanpa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi kedua pilbub tersebut sempat memasuki pemilihan tahap kedua. Bahkan, akhirnya pemenangnya ditentukan oleh ketukan palu Ketua Mahkamah Konstitusi. Kedua Pilbub itu memang berakhir damai, namun proses damai bukan disebabkan oleh fakta bahwa tahun 2010 memang merupakan periode sedamai periode 2011 sebagaimana diperlihatkan oleh pilbub Sambas.
     Pilbub Sintang dan Ketapang berjalan dengan damai tanpa kericuhan berarti lebih disebabkan oleh fakta bahwa kawasan dimana penduduk kedua kabupaten tersebut masing-masing berdomisili terletak di kawasan pedalaman jauh (interior upland areas) dan pedalaman transisi (interior transitional areas). Karakter masyarakat pada dua kawasan tersebut ternyata lebih damai; menghargai perbedaan dan tidak menyelesaikannya melalui kekerasan, tidak juga beringas, dan faktor kepemimpinan masyarakat yang tidak menggerakkan massa dibanding dengan kawasan pedalaman dekat (interior valley area), demi tujuan politik dan ekonomi jangka pendek mereka.
Kondisi Singkawang 2011 Ketimbang 2010
     Lebih stabilnya kondisi sosial politik 2011 daripada kondisi 2010 terlihat pada sensitivitas masyarakat pada periode 2010 terhadap kasus yang justru terjadi 2 (dua) tahun lalu. Peristiwa itu berkaitan dengan kontroversi terhadap patung naga dan makalah Hasan Karman berjudul ‘Sekilas Melayu, Asal Usul dan Sejarahnya,’ yang disampaikannya dalam pembukaan acara bedah buku 2008 yang lalu (Pontianak Post, 27/5-2010:1; Equator, 28/5-2010:1) Peristiwa tersebut sempat menimbulkan kondisi mencekam selama 3 (tiga) bulan, Mei-Juni-Juli 2010 (Pontianak Post, 26,27/5-2010:1; Borneo Tribun, 28/5-2010:1; Equator, 29/5-2010:1). Adalah benar bahwa isu itu telah diselesaikan dengan penuh kearifan melalui permintaan maaf HK secara adat kepada Kesultanan Melayu Sambas, 19 Juni 2010 (Ptk. Post, 20/6-2010:1; Borneo Tribun, 20/6-2010:1) dan penyelesaian akademis melalui seminar di UNTAN, 21 Juni 2010 (Pontianak Post, 22/6-2010:1; Borneo Tribun, 23/6-2010:1). Namun, peristiwa itu membuktikan bahwa tahun 2010 merupakan periode yang membuat Singkawang pada khususnya menjadi mencekam.
     Pilwako Singkawang yang akan berlangsung tahun 2012, dan ada dua kelompok besar masyarakat yang sudah menimang-nimang jago mereka masing-masing untuk berlaga dalam pertanding politik 2012. Namun, kondisi mencekam dan keinginan menggebu-gebu untuk menjatuhkan (impach) walikota sebagaimana terjadi pada 2010 tidak kelihatan sama sekali sepanjang tahun 2011 ini.
     Dalam kasus Singkawang, persaingan mulai tampak sejak 2010 antara kelompok pendukung calon yang menginginkan agar jago mereka mengalahkan calon bertahan (incumbent) sehingga ia duduk sebagai walikota baru periode 2012 – 2017, dengan  kelompok pendukung yang ingin mempertahankan jago incumbent mereka agar tetap menjadi orang No. 1 di kota itu untuk kedua kalinya. Namun, keinginan itu tidak sampai menimbulkan permusuhan (rivalry) di tahun 2011 sebagai akumulasi dari kasus makalah yang kontroversi tahun 2010.
     Bahkan, ketika wako incumbent, walaupun masih belum ada pernyatakan resmi,  tidak lagi bersedia berada satu tim dengan wakilnya dalam pemkot Singkawang, para pendukung wakil walikota (wawako)  tidak  bereaksi negatif sama sekali. Bahkan, wawako sendiri menyatakan cukup sekali berada satu tim dengan wako kalau ia tidak diperlukan lagi (Pontianak  Post, 26/12-2011:17).
     Sejak dilantik sebagai orang pertama dan orang kedua di kota Singkawang ini, dwi tunggal HK dan EY seakan merupakan dua figur tidak terpisahkan, Namun, sejak medio 2011, dwi tunggal ini tampaknya sulit dipertahankan. Namun, hal yang menarik adalah keduanya tetap memiliki komitmen tak tergoyahkan dan tampil prima dalam meneruskan sisa-sisa waktu kepemimpinan mereka sampai 2012.
     Bahkan, ketika rombongan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) berjumlah 38 orang mampir ke Singkawang dalam meninjau kawasan perbatasan, Kabupaten Sambas, acara  ramah tamah dan makan siang di Villa Bukit Mas, 6/12 – 2011 berjalan lancar berkat kemurahan hati wako, sedangkan pertemuan dan makan malam di Singkawang, 7/12-2011, dalam perjalanan pulang dari Sambas ke Pontianak, dimungkinkan oleh kebaikan hati wawako. Pelayanan prima kepada tamu sebagai bagian dari budaya Kalbar telah diperlihatkan oleh dua pejabat tinggi Singkawang, dan ini menurut ketua rombongan AIPI merupakan wujud hubungan harmonis antara keduanya. Lalu, ini barangkali merupakan perwujudan tidak saja dari keramahtamahan masyarakat Singkawang dan komitmen awal kedua pemimpin yang berasal dari kombinasi dua pillar kelompok etnis: Melayu dan Tionghoa, ini juga boleh jadi merupakan karakteristik khas tahun 2011 sebagai tahun yang penuh damai dan persahabatan.

Kasus Tarakan 2010 dan Kasus Camar Bulan 2011
     Dua kasus yang telah disebutkan di atas yang sudah terjadi dalam tahun-tahun berbeda: kasus Tarakan 2010 dan kasus Camar bulan 2011, masing-masing, berkaitan tidak langsung dengan Pilbub Sintang dan Pilbub Ketapang, 2010, serta dengan Pilgub Kalbar yang akan berlangsung 2012. Hasil Pilbub pada dua kabupten dimaksud sudah diperoleh dan kondisi sudah berangsur tidak menegangkan lagi. Namun, ada kekhawatiran dari sebagian besar pimpinan administratif di propinsi ini dan sejumlah tokoh masyarakat Kalbar terhadap kemungkinan merembesnya pengaruh negatif Kasus Tarakan ke Kalbar terhadap keamanan pada dua kabupaten itu. Sampai 2 (dua) tahun setelah itu, tahun 2011, kekhawatiran itu tidak terbukti (Pontianak Post, 29/9-2011:2). Hal itu boleh jadi disebabkan oleh karakter umum masyarakat di kawasan pedalaman jauh dan kawasan pedalaman transisi pada mana Sintang dan Ketapang masing-masing menjadi bagian di dalam dua kawasan tersebut. Namun, itu juga disebabkan oleh figur para bupati dan pimpinan pemerintahan di kawasan itu yang lebih berorientasi pada politik kawasan geografis, bukan pada politik etnis.
     Kalaupun rakyat di Sintang dan 4 (empat) kabupaten lainnya dalam kawasan pedalaman jauh pada tahun 2011 ini dilanda oleh kesadaran otonomi riil dan politik geografis: menginginkan provinsi sendiri, PKR (Provinsi Kapuas Raya). Itu bukan disebabkan oleh pengaruh kasus Tarakan dalam mana sub kelompok etnis Dayak Todung yang Muslim mengalami kesadaran etnis. Namun, keadaan itu lebih dipengaruhi oleh komitmen para pimpinan pemerintahan pada 5 (lima) kabupaten terkait untuk melaksanakan sosialisasi politik di kawasan tersebut secara positif tentang hak-hak politik rakyat dan perlunya realisasi riil dan adil berkaitan dengan hak-hak rakyat di daerah. (bersambung)

No comments:

Post a Comment