Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, December 21, 2011

Perempuan dalam Pemberantasan Korupsi

Oleh: Prof. DR. Hj. Redatin Parwadi, M.A

Bulan Desember sebagai bulan yang penuh moment yang tidak begitu saja dilewatkan. Tanggal 9 Desember telah diperingati sebagai Hari Pemberantasan Korupsi.  Hari istimewa lainnya adalah berkaitan dengan perempuan yang sangat besar andilnya dalam mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas, yaitu  Hari Perempuan yang setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Dua momen penting ini, penulis abadikan dalam satu rangkaian  tulisan menjadi Perempuan dan  Korupsi

Awal pemberantasan korupsi dimulai dari diri sendiri, perempuan harus dapat memelopori gerakan “perempuan tidak korupsi, perempuan berada di depan dalam pemberantasan korupsi, perempuan berjiwa anti korupsi.” Jika slogan-slogan ini sudah melembaga di masyarakat, menurut Soekanto (1991) berarti norma itu telah melalui proses pelembagaan yaitu dimengerti, dipahami, ditaati, dan dihargai sebagai norma yang menjadi kesepakatan bersama. Kesepakatan  yang berkelanjutan akan menimbulkan budaya, naluri berupa tindakan dengan  tidak melakukan korupsi atau  budaya anti korupsi. Demikian juga gerakan mahasiswa anti korupsi. Kelembagaan sosial berupa norma anti korupsi tentunya bukan untuk komunitas perempuan saja, tetap berlaku untuk seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa.

Aspek pemberantasan korupsi mengandung dua pengertian, yaitu yang berkaitan dengan penindakan, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan proses penyelidikan, penangkapan, penyidikan sampai pada proses hukum. Adapun aspek lainnya adalah  pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi. Aspek penindakan adalah tindakan korektif/represif, korupsi sudah terjadi dan perlu dihentikan. Pencegahan adalah tindakan preventif agar dapat mengurangi atau tidak terjadinya tindak pidana korupsi. Dua tindakan ini harus dijalan secara bersama-sama. Tidak mempersoalkan mana yang lebih penting untuk didahulukan.
Sesuai pembahasan secara teoritis dan hasil penelitian pemberantasan korupsi,  perempuan mempunyai peran besar dalam penindakan dan pencegahan. Perempuan mempunyai potensi yang dapat dikembangkan menjadi kekuatan riel dalam pemberantasan korupsi. Sifat dapat dipercaya dan kerakyatan dapat menjadi modal berharga, misalnya sebagai pimpinan daerah bersama-sama dengan dewan perwakilan dapat menyusun kebijakan yang berpihak kepada rakyat dengan memberikan sanksi berat terhadap karyawannya yang berbuat penyelewengan. Beberapa perempuan yang menjadi pimpinan lembaga, gubernur, bupati dan walikota dapat menjadi pembanding dan studi kasus dalam  pemberantasan korupsi dengan daerah yang dipimpin oleh laki-laki.
Di tingkat nasional, dengan hanya memiliki 11% keterwakilan perempuan di DPR, ternyata dewan bersama-sama pemerintah dapat mengeluarkan undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang cukup komprehensif (memuat 36 jenis korupsi dan 6 tindakan yang dikatagorikan perbuatan tindak pidana korupsi) untuk menjaring para koruptor. Bahkan dalam kurun waktu tiga tahun undang-undang pemberantasan korupsi telah dapat disempurnakan (UU 31/1999 diperbaiki dengan UU 20/31). Terlepas apakah korupsi dilakukan oleh perempuan atau laki-laki, jika perempuan duduk dalam jabatan publik misalnya anggota dewan, pejabat di birokrasi dan ikut dalam kegiatan produktif lainnya, hal ini dapat beperan dalam pemberantasan korupsi. Perempuan sebagai anggota dewan, suaranya/idenya dapat  mempengaruhi keputusan penyusunan UU, perda dan lain-lain untuk menetapkan peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi.
 Menarik sambutan Wakil Gubernur Kalimantan Barat saat menghadiri Hari Ulang Tahun ke-12 Dharma Wanita Persatuan, mengingatkan agar para isteri PNS tidak mendorong suami melakukan tindakan tercela, baik manipulasi maupun korupsi. Diingatkan pula jika suami sampai melakukan hal tidak terpuji, maka yang akan menanggung adalah seluruh keluarganya. Oleh karena itu,  disarankan hiduplah  dengan menyesuaikan kemampuan tenaga dan finansial. Peran perempuan di ruang privat justru lebih menonjol dari laki-laki. Waktu diluar sekolah (di rumah), perempuan yang menjadi isteri lebih banyak menguasi dan memanfaatkan waktu  secara lebih baik untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Pesan positif yang berulang-ulang disampaikan oleh seorang ibu akan sangat berbekas, terutama pesan yang berkaitan dengan larangan perbuatan menyimpang. Pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga, sebagai bagian terpenting dari sistem negara.
Keluarga  sebagai organisasi terkecil dari negara, merupakan institusi pertama dan utama dalam pembinaan keluarga, termasuk menyiapkan generasi penerus yang berjiwa anti korupsi. Godaan gaya hidup konsumerisme memungkinkan seseorang untuk melakukan penyimpangan atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Apalagi jika di dalam keluarga tidak terjadi komunikasi yang efektif. Peran isteri sebagai salah satu anggota keluarga, mempunyai peran penting dalam mendiskusikan sesuatu untuk membuat suatu keputusan. Masalah yang dihadapi salah satu keluarga, tidak mungkin hanya diselesaikan oleh yang mempunyai masalah, tetapi diperlukan bantuan pihak lain, misalnya masalah suami kaitannya degan kantor, isteri dapat memberikan bantuan saran, jalan keluar, sehingga keputrusan itu menjadi tanggung jawab bersama. Dengan demikian penyelesaian masalah menjadi mudah dan dirasakan ringan.
 Keluarga yang demokratis akan menyelesaikan masalah dengan musyawarah untuk mewujudkan keputusan bersama. Ada pendapat yang mengatakan: “banyak pemikiran” di keluarga akan lebih baik dari pada satu pemikiran. Keluarga sebagai organisasi terkecil dari sistem Negara, mempunyai andil besar dalam ketertiban masyarakat. Demikian halnya dikaitkan dengan peran perempuan, misalnya isteri dalam pencegahan korupsi. Keluarga yang agamis akan tahu bahwa harta yang didapat dari usaha yang tidak diridhoi Yang Maha Kuasa, jika diberikan atau dimakan anak-isteri akan mengalir dalam darah sesuatu yang haram, dan jika nantinya diwujudkan dengan tindakan atau perbuatan dapat dipastikan bahwa tindakan itu  akan mengarah ke kejahatan. Disinilah peran perempuan atau isteri dalam menseleksi mana yang haram dan mana yang halal.
Undang undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengamanatkan bahwa suami isteri mempunyai hak yang sama dalam melakukan perbuatan hukum. Era reformasi adalah era penegakan hukum, dan hal ini dapat dilakukan siapa saja, tidak oleh aparat hukum saja. Dapat saja di dalam keluarga terjadi penyimpangan atau korupsi yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga. Di era penegakan hukum seperti sekarang ini, seorang isteri (perempuan) harus berani melakukan tindakan hukum yaitu melaporkan ke yang berwajib terhadap pelanggaran hukum yang terjadi. Tindakan seperti ini dapat digolongkan sebagai  tindakan hukum. Jika tidak, maka seorang isteri  dikatagorikan melindungi kejahatan, yang dapat dikenakan sanksi hukum. Jadilah seorang isteri (perempuan)  seperti Ketua KPK terpilih yang berjanji dan bertekad  akan konsisten dalam pemberantasan korupsi, walaupun keluarganya sendiri jika melakukan korupsi akan dijerat dengan peraturan perundangan mengenai korupsi. Tindakan seorang isteri dengan melaporkan keluarganya karena melakukan penyelewengan, termasuk tindakan pemberantasan (penindakan) korupsi.
Jika  perempuan tidak dalam arena public, misalnya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, perempuan mempunyai peran kunci dalam  pencegahan korupsi. Hampir dua pertiga waktu anak-anak dihabiskan di rumah bersama keluarga. Interaksi harmonis dalam keluarga adalah arena untuk mengembangkan jiwa anti korupsi. Kegiatan agama untuk membentuk manusia berkarakter dimulai dalam keluarga. Contoh pengamalan agama oleh suami-isteri dengan baik akan dapat mempengaruhi pembentukan  akhlak, moral, budi pekerti yang akan diwujudkan dalam etika dan sifat kejujuran. Etika, kejujuran adalah modal awal dari pembentukan jiwa anti korupsi. Pemberian tanggung jawab kepada anak terhadap suatu tugas tertentu, dapat mendidik anak untuk mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan terhadap pekerjaan yang diamanatkan. Pendidikan pembentukan jiwa anti korupsi di rumah (keluarga) menuntut adanya keteladanan suami isteri. Terutama bagi isteri yang lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya.
Pembinaan jiwa anti korupsi yang dilakukan di rumah tidak dapat dijamin keberhasilannya, sepertiga waktu anak-anak berada diluar rumah yang dapat beriteraksi dengan siapapun. Siapapun ini tidak dijamin bagaimana perilakunya. Antar sesama anak sekolah saja masih banyak ditemukan perilaku menyimpang, pada saat pelajaran berlangsung masih ditemui tidak berada di kelas. Minuman keras dapat dibeli di kantin sekolah, gambar porno dapat dikirim dari kawannya atu pihak teman diluar sekolah atau dengan mudah dapat mengakses internet. Dengan kata lain kecenderungan berbuat jahat terbuka luas diluar sekolah. Guru, polisi, dan aparat penegak hukum lainnya tidak penuh waktu dalam mengawasi. Sesekali memang ada tindakan korektif seperti penggeledahan di kelas, operasi di tempat hiburan saat pelajaran, penangkapan ketika terjadi tawur antar pelajar, dan lain-lain. Namun tindakan demikian dirasa kurang efektif. Gempuran tayangan televisi, iklan yang cenderung massif (serba boleh), sponsor perusahaan rokok yang sangat mencolok, dapat menambah perilaku penyimpangan dari para muda. Kontrol terhadap anak tentunya harus semakin ketat pada hal-hal yang mengarah kepada perilaku tidak jujur, atau tindakan penyimpangan terhadap ketertiban.
Tidak ada pembatas  bagi perempuan berpartisipasi dalam  pemberantasan korupsi, seperti peran warganegara lainnya. Dengan jumlah perempuan yang besar, perlu diberdayakan apakah perempuan berkarya dalam ruang publik maupun privat. Potensi perempuan secara psikologis yang lebih bisa dipercaya, dan lebih berjiwa kerakyatan dibanding laki-laki merupakan potensi besar dan akan lebih efektif jika ditempatkan dalam jabatan publik, pejabat teras di pemerintahan serta lebih banyak berpartisipasi dalam dunia kerja. Perempuan harus diberikan ruang gerak agar dapat mengembangkan kemampuannya dalam pemberantasan korupsi. Peran perempuan dalam membentuk keluarga jujur, beretika tidak diragukan lagi. Jadilan perempuan menjadi tiang agama dan keluarga untuk menyiapkan generasi penerus yang berjiwa anti korupsi. Selamat ber-Hari Ibu! **

* Penulis, Dosen FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak.

No comments:

Post a Comment