Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 6, 2011

Anak, Sekolah dan Rasa Ingin Tahu

Oleh : Brigettia Dainty C.R. M.Psi


Sedikit kisah saya ini saya peroleh ketika saya bersama teman-teman mendapat kesempatan mengunjungi beberapa sekolah di kota Yogyakarta beberapa tahun yang lalu. Di antara beberapa sekolah yang saya kunjungi itu, ada sebuah sekolah yang cukup menarik bagi saya. Semoga pengalaman saya ini dapat menjadi inspirasi bagi kita, yang kesehariannya berkutat dalam peran di dunia pendidikan sehari-hari di sekolah.

Sekolah yang saya kunjungi itu tidak begitu jauh letaknya dari pusat kota Yogyakarta. Letaknya berada di tengah-tengah lingkungan perumahan penduduk. Saat itu jalan untuk sampai ke sekolah hanya dapat ditempuh melalui jalan kaki atau kendaraan roda dua, sehingga saya dan teman-teman harus berjalan kaki dari jalan raya untuk sampai ke sekolah.
Dari bentuk bangunannya, sekolah itu terlihat tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan bentuk bangunan rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Hanya saja, bentuk bangunan sekolah itu berbeda dengan sekolah-sekolah yang biasa saya temui. Sebagian besar bahan bangunan terbuat dari bahan kayu dan ramah lingkungan. Sedikit sekali bahan semen yang digunakan dalam bangunan sekolah itu. Siswa-siswi di sekolah itupun tidak diharuskan mengenakan sepatu, sehingga ada beberapa dari siswa di sekolah itu yang datang ke sekolah dengan mengenakan sandal bahkan bertelanjang kaki. Namun, anak-anak di sekolah itu wajib mengenakan pakaian seragam (merah-putih) seperti anak-anak di sekolah-sekolah lainnya.

Selain bentuk bangunan sekolah yang cukup unik bagi saya, hal lain yang menarik dari sekolah itu adalah sekolah itu memiliki program kegiatan belajar yang sedikit berbeda bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Selain mengajarkan materi pelajaran seperti di sekolah-sekolah lain, sekolah itu memiliki kegiatan yang melibatkan penduduk/ warga yang tinggal di sekitar sekolah, baik sebagai "guru" dan juga sebagai tempat bagi anak-anak di sekolah itu untuk belajar. Anak-anak diberi kesempatan untuk belajar langsung dengan penduduk di sekitar sekolah mereka tentang suatu hal dengan didampingi oleh guru kelasnya. Anak-anak di sekolah itu diajak untuk mengetahui lebih jelas tentang sesuatu hal dengan melihat langsung dan berinteraksi langsung dengan orang yang berkecimpung dengan hal yang ingin diketahui oleh anak.

Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan adalah dengan mengajak anak-anak dari sekolah itu berkunjung ke rumah salah seorang pembuat  tempe yang rumahnya berada di sekitar sekolah. Anak-anak di sekolah itu didampingi oleh guru mereka, belajar bersama dengan salah seorang warga pembuat tempe tentang bagaimana tempe itu dibuat. Anak-anak diberi kebebasan untuk berinteraksi dan bertanya langsung pada penduduk pembuat tempe tentang bagaimana cara membuat tempe, bagaimana proses pembuatannya, dan sebagainya, sehingga anak-anak tahu tentang "lahir"-nya sebuah tempe.

Selain memberi ruang untuk belajar di luar ruang kelas, sekolah itu juga memiliki satu kegiatan yang cukup menarik bagi saya. Di sebuah kelas yang saya kunjungi, seorang guru kelas memiliki kebiasaan yang cukup unik, yaitu dengan menyediakan sebuah kotak khusus untuk menampung pertanyaan-pertanyaan anak-anak di kelasnya. Saya menyebut kotak itu, kotak istimewa. Istimewa, karena dari kotak itu tak jarang muncul pertanyaan-pertanyaan yang tidak terduga dari sang pengirim (anak-anak di kelas itu). Seperti pengakuan sang guru ketika saya bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan apa yang sering muncul dari kotak istimewa itu. Dari pengakuannya, sang guru sering kali dibuat tercengang dan kagum dengan pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke dalam kotak itu. Pada awal ia menyediakan kotak itu, sang guru tak menyangka bahwa seorang anak pada usia anak didiknya mampu membuat pertanyaan / memiliki pertanyaan seperti yang dituliskan dalam selembar kertas. Bisa dibayangkan bila rasa ingin tahu yang diwakili oleh pertanyaan-pertanyaan itu tidak diberi ruang serta waktu? Bisa-bisa anak menjadi malas untuk bertanya dan kebiasaan alamiah anak untuk bertanya perlahan-lahan menjadi punah.

Kotak itu sengaja disediakan oleh sang guru sebagai tempat untuk menampung pertanyaan-pertanyaan siswa di kelasnya, agar anak-anak yang tidak kebagian waktu untuk bertanya (karena jam pelajaran sudah habis) tetap memiliki kesempatan untuk bertanya seperti siswa lainnya. Kotak itupun dapat diisi dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang didapatkan oleh anak-anak setelah mereka membaca buku, menonton telivisi atau dari sumber-sumber informasi lain yang didapati oleh anak. Pertanyaan-pertanyaan itu ditulis pada selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam kotak khusus yang telah disediakan itu.

Pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke dalam kotak khusus itu tidak dibiarkan begitu saja oleh sang guru. Gurupun lalu memisah-misahkan pertanyaan yang ada di dalam kotak. Bila pertanyaan yang disampaikan oleh anak didiknya masih berkaitan dengan materi pelajaran sekolah, maka pertanyaan-pertanyaan itu akan dlbahas pada saat jam pelajaran di kelas. Namun bila pertanyaan-pertanyaan itu tidak masuk dalam materi pelajaran di sekolah, maka guru menyediakan waktu dengan kesepakatan bersama dengan anak-anak untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang ada. Cukup menarik bukan? Di sini guru menunjukkan kepada saya bahwa semua pertanyaan yang disampaikan oleh anak-anak di kelasnya adalah penting.

Selain belajar bersama penduduk setempat dan menyediakan kotak istimewa, sekolah ini juga memiliki kebiasaan yang cukup jarang saya temui di sekolah-sekolah lain. Di sekolah itu, selain rasa ingin tahu yang diberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang, melalui pembiasaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh anak, sekolah juga memberi ruang bagi anak untuk melakukan eksplorasi, untuk mencari tahu / menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada. Selain mendapatkan penjelasan dari penduduk yang tinggal di sekitar sekolah dan guru mereka tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui, anak-anak di sekolah itu juga memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi perpustakaan yang ada di sekolah mereka. Perpustakaan menjadi salah satu tempat bagi anak-anak untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya.

Anak-anak di sekolah itu dibiasakan untuk akrab dengan perpustakaan sejak awal, dengan membiasakan anak-anak berkunjung ke perpustakaan sekolah, dengan membebaskan satu jam pelajaran bebas, yang memberi kesempatan pada anak-anak di sekolah itu untuk "bermain-main" ke perpustakaan sekolah. Pada satu jam pelajaran ini, anak-anak bebas memilih buku yang ingin mereka baca dan tentu saja bacaan di sekolah ini cukup beragam. Suasana perpustakaan pun dibuat senyaman mungkin, sehingga anak-anak merasa betah dan nyaman berada di perpustakaan. Sepulang dari perpustakaan, anak-anak tidak dibiarkan begitu saja. Mereka diminta untuk menceritakan kembali apa yang telah mereka baca ketika mereka berada di perpustakaan. Menceritakan kembali berarti membuat anak belajar untuk menuliskan apa yang ia ketahui. Sebuah proses mental yang memang tidak dapat terlihat langsung. Di dalam tulisan-tulisan itu ada rasa (emosi), ada proses pengolahan rasa (emosi), ada pemikiran, ada proses pemikiran, ada sikap dan ada banyak hal lain yang bisa digali dan diperoleh anak. Bukankah itu sebuah aktivitas yang menyenangkan?

Dari kunjungan saya ke sekolah itu, saya menjadi tahu bahwa di dalam melakukan aktivitas / kegiatannya, sekolah sesungguhnya mampu menyediakan ruang serta waktu bagi tumbuh dan berkembangnya rasa ingin tahu, kemauan anak untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada, dan tidak menutup kemungkinan memunculkan kreativitas-kreativitas baru dari anak-anak di sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah itu sepintas mungkin sepele dan sederhana, namun sesungguhnya bila kita melihat dampaknya ke depan, tentu saja aktivitas-aktivitas ini dapat menjadi awal bagi tumbuhnya ide-ide baru pada adik-adik / anak-anak di sekolah itu untuk sesuatu di masa datang. Bukankah sesuatu yang hebat seringkali dimulai dari hal-hal yang sederhana? Rasa ingin tahu yang ditunjukkan dengan keberanian untuk bertanya dan kemauan untuk mencari tahu (dengan melakukan eksplorasi), tentu saja dapat memacu munculnya ide-ide baru, hal-hal baru dan tidak menutup kemungkinan temuan-temuan baru di masa datang.

Ketika sekolah mampu memberi ruang, dan sekolah tak cukup hanya menjadi tempat untuk mendapatkan (ilmu) pengetahuan, namun juga tempat untuk berkumpul, bersosialisasi, berdialog, berdiskusi dan bereksplorasi bersama, suasana belajar di sekolah pasti akan terasa lebih hidup dan mengena dalam diri anak. Saya lalu teringat pada apa yang pernah disampaikan oleh seorang penulis, Alice Wellington Rollins, "The test of good teacher is not how many questions he can ask his pupils that they will answer readily, but how many questions he inspires them to ask him which he finds it hard to answer." **

Brigettia Dainty C.R. M.Psi
Psikolog Pendidikan




No comments:

Post a Comment