Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 6, 2011

Bahasa Persatuan

Oleh:  Suryati B. Azharie  

Tujuh puluh tiga tahun sudah usia Sumpah Pemuda. Manusia dalam usia ini ada yang masih gagah, sigap, dan cekatan bagaikan usia empat puluhan. Namun kebanyakan orang yang dalam usia ini menampakkan ciri fisik bungkuk (agak), daya lihat dan daya dengar menurun, nafsu makan berkurang, dan berbagai penyakit melanda tubuh yang kian ringkih. Tampaknya bahasa persatuan, bahasa Indonesia, kini bagaikan manula yang rentan menghadapi berbagai penyakit. Pemakaian kata asing tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, penulisan kata yang melanggar kaidah, struktur kalimat yang sekehendak hati adalah contoh yang mengakibatkan bahasa Indonesia ringkih.

Bahasa persatuan dikukuhkan oleh pemuda yang mewakili berbagai suku bangsa di tanah air dalam rapat Kongres Pemuda Kedua di Jakarta pada tahun 1928. Para pemuda berikrar berbangsa satu bangsa Indonesa, bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar yang dikenal dengan Sumpah Pemuda itu dikumandangkan jauh sebelum diproklamasikannya Indonesia sebagai negara merdeka oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Bagaimana perjalanan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sekaligus sebagai bahasa kenegaraan? Bahasa Indonesia di era lima puluh dan enam puluhan, di awal-awal proklamasi kemerdekaan banyak dipengaruhi bahasa Belanda. Kosakata bahasa Belanda banyak digunakan, seperti penggunaan kata sapaan mijnheer, mevrouw, ik, dan jij. Sistem tulisan dengan menggunakan Ejaan Lama dan Ejaan Baru berakhir ketika Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diberlakukan. Di era tujuh puluh hingga delapan puluhan kosakata umum bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bahasa prokem yang hidup di kalangan remaja. Contoh kata bahasa Prokem: bokap (bapak), cabut (pergi), do’i (dia; pacar), nyokap (ibu), tokay (tinja).

Di era sembilan puluhan, bahasa Indonesia sangat terpelihara. Kesadaran akan berbahasa Indonesia yang benar, rasa takut salah dalam berbahasa kentara nyata. Slogan, anjuran, Pakailah Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar tampak di mana-mana. Keadaan ini ditunjang oleh kondisi bangsa kala itu. Program pemerintah menunjang berserinya bahasa Indonesia. Penataran, penyuluhan, pembelajaran kebahasa-Indonesiaan ditingkatkan. Pemerintah menyediakan anggaran untuk itu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan proyek yang bertujuan meningkatkan kualitas pemakaian bahasa Indonesia.

Di era reformasi, corak bahasa Indonesia agak berbeda dari era sebelumnya yang segala-galanya terpelihara. Sama halnya dengan anak bangsa yang mendambakan kebebasan di segala bidang, kebebasan juga tampak dalam berbahasa Indonesia. Contoh paling sederhana, kata sapaan aku digunakan contoh paling sederhana. Kata sapaan aku digunakan dalam berbicara untuk menyapa siapa saja. Di sekolah diajarkan kata aku digunakan untuk menyapa teman sebaya, orang yang lebih muda, orang yang berkedudukan lebih rendah, dalam keadaan marah, atau kepada orang yang sudah sangat akrab dengan pemakai bahasa. Sekarang (terutama di perkotaan) seorang cucu tanpa segan beraku ketika berbicara dengan orang tua dan neneknya, sedangkan si ayah/si ibu/si nenek tetap membasakan dirinya dengan kata ayah/ibu/nenek. Pemakaian kosakata bahasa Inggris dalam berbahasa Indonesia sangat digemari, seakan-akan tanpa kata bahasa Inggris pesan yang disampaikan dengan bahasa Indonesia tidak akan sampai ke sasaran. Tulisasn pada kain rentang, imbauan, larangan, petunjuk, iklan, syarat dengan kosakata bahasa Inggris, misalnya: drive thru, stop engine, think health no drugs, dan biology back to nature.

Bahasa Indonesia berlatarbelakangkan beratus-ratus bahasa daerah dari Sabang sampai Merauke. Berdasarkan berbagai sumber di Indonesia terdapat lebih dari empat ratus bahasa daerah. Bahasa daerah inilah yang mewarnai bahasa Indonesia. Sangat banyak kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa daerah. Beberapa contohnya adalah kata cangkir, pantau, imbau, gambut, mampir, cabe (cabai), kudap, dan lengser. Sejalan dengan perkembangan bangsa, bahasa Indonesia tak mungkin mengucilkan diri, menolak hubungan dengan berbagai bangsa dan negara. Proses ini mengakibatkan bahasa Indonesia dipengaruhi pula oleh bahasa-bahasa luar, yaitu bahasa asing: bahasa Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Perancis, dan Cina. Pengaruh itu tampak dalam kosakata bahasa Indonesia. Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia terdapat kata walau (Arab), kata statistik (Inggris), kata handuk (Belanda), kata serbet (portugis), kata kado (Perancis), dan kata angpau (Cina).

Corak atau ragam bahasa Indonesia berbeda pula sesuai dengan pemakai bahasa Indonesia. Bahasa para remaja berbeda dari bahasa kalangan tua; bahasa para pejabat tentulah berbeda dari bahasa rakyat; bahasa wartawan berbeda dari bahasa seniman; bahasa santai berbeda dari bahasa resmi; bahasa politisi berbeda dari bahasa dai. Ragam bahasa Indonesia dibedakan pula berdasarkan situasi pemakaian. Bahasa dalam situasi formal tidak sama dengan bahasa Indonesia dalam situasi nonformal, bahasa percakapan berbeda dari bahasa dalam karya tulis; bahasa surat tidak sama dengan bahasa undang-undang.

Berbangga dan bersyukurlah kita bangsa Indonesia yang memiliki bahasa persatuan yang dengan bahasa ini seluruh warga negara Indonesia dapat saling berhubungan, menjalin hubungan mesra antarwarga negara, dan terhindar dari perpecahan. Kita patut mensyukuri nikmat memiliki bahasa persatuan. Bayangkan seandainya kita yang terpencar di berbagai daerah ini tidak memiliki bahasa persatuan, mereka yang berada di Aceh tidak dapat berkomunikasi dengan yang berada di Makasar; dan mereka yang berada di Papua tidak dapat memahami bahasa penduduk atau warga Sumatera Barat. Pemakai bahasa Melayu Sambas akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan pemakai bahasa Batak Karo walaupun mereka berdomisili di kota yang sama, misalnya sama-sama berada di Kota Pontianak.

Bahasa Indonesia adalah bahasa kebangsaan yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Bangsa Indonesia yang terdidik seharusnya memahami kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia agar dalam berbahasa Indonesia tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan situasi pemakaian. Bahasa Indonesia ragam santai dipakai dalam rapat resmi, misalnya dalam rapat koordinasi kepala dinas dengan jajaran di bawahnya. Dengan memahami kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dan dengan kesadaran mau menerapkannya tidak akan terjadi pemakaian bahasa Indonesia yang amburadul (bahasa seenaknya).

Apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia untuk melestarikan bahasa persatuan dan bahasa kenegaraan? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan bermacam-macam jawaban yang menjamin bahasa Indonesia tetap hidup, tidak punah. Ada bangsa dan negara Indonesia ada pula bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia harus bangga dengan bahasa persatuan yang puluhan tahun telah dimiliki. Sebagai perbandingan saja, lihatlah negara terdekat, negara tetangga, negara Malaysia. Negara ini baru pada era Perdana Menteri Najib Tun Razak menggalakkan bahasa persatuan dengan programnya yang dikenal dengan Satu Malaysia yang mereka harapkan pada tahun 2020 dapat menjadi negara maju.
Berjayalah bangsa Indonesia dengan bahasa Kebangsaan dan bahasa kenegaraan yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia.  Satu nusa satu bangsa. Satu bahasa kita. Tanah air pasti jaya, untuk selama-lamanya. **

*  Penulis, Pensiunan PNS yang Cinta Bahasa Nasional.



No comments:

Post a Comment