Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, November 18, 2011

Berangkat Akhir, Pulang Awal

Oleh : dr. Soewarno

Kunjungan anggota Komisi VIII DPR ke tanah suci untuk meninjau pelaksanaan ibadah haji disuguhi pemandangan yang kurang sedap, diantaranya banyaknya jamaah haji dengan usia resiko tinggi (risti) yang meninggal dan dirawat di pusat layanan kesehatan. Anggota dewan lantas mengusulkan untuk menyetop pemberangkatan jemaah haji usia risti. Upaya anggota DPR tersebut, antara lain bakal ditempuh dengan mengubah UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji. Rencana perubahan UU itu ditarget mulai bergulir pada tahun 2013 (Pontianak  Post, tanggal 25 Oktober 2011).

Setidaknya ada empat penyakit yang dapat menyebabkan beresiko tinggi (beristi) yaitu hypertensi (tekanan darah tinggi ), diabetes mellitus (kencing manis), hyprecholesterol (kadar kolesterol tinggi ), dan kanker. Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan komplikasi terhadap alat-alat tubuh manusia, misalnya rusaknya ginjal, jantung dan hati yang dapat menimbulkan gangguan fungsi alat-alat bahkan dapat menyebabkan gagalnya fungsi alat-alat tersebut. Komplikasi dapat juga mengenai sistem peredaran darah, sistem susunan syaraf, dan bagian lain tubuh manusia. Manisfestasi penyakit-penyakit tersebut dapat berupa stroke, tidak sadar, bahkan kematian. Penyakit-penyakit tersebut dan komplikasinya dapat diderita dan dialami tidak hanya pada orang lanjut usia (lansia), tapi juga dapat dialami orang muda. Banyak contoh orang menderita stroke bahkan meninggal di usia kurang dari 60 tahun. Tetapi sebaliknya banyak juga orang yang lansia tetap sehat dan bugar walaupun orang tersebut menderita satu atau lebih penyakit tersebut diatas. Nampak jelas bahwa batasan usia tidak dapat untuk menilai keadaan kesehatan serta kebugaran seseorang.

Kesehatan dan kebugaran ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengendalikan diri atau mehindari sesuatu yang merugikan dirinya, tetapi sebaliknya bersedia menerima atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Contoh yang sederhana, kemampuan membatasi makanan tertentu misalnya makanan berlemak walaupun makanan tersebut merupakan makanan kegemarannya, tetapi sebaliknya harus menerima makanan yang berupa sayuran serta buah-buahan, walaupun sebenarnya sayuran dan buah-buahan tersebut merupakan makanan yang tidak disukai. Begitu juga dengan kegiatan (aktivitas) misalnya olahraga. Walaupun tidak gemar olahraga, kegiatan tersebut patut dan wajib dilakukan. Berpikir dan bertindak yang positif serta gemar silahturahim sangat menunjang kesehatan dan kebugaran.

Budaya hidup sehat sangat menunjang kesehatan dan kebugaran seseorang, baik yang berkaitan dengan kesehatan fisik, kesehatan jiwa, dan kesehatan sosial. Budaya hidup sehat ini masih kurang dimengerti, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh CJH pada umumnya, khususnya CJH lansia dan CJH risti. Oleh sebab itu pemerintah melalui Kementrian Agama beserta aparatnya, serta lembaga atau institusi yang mengurusi ibadah haji dapat melakukan edukasi, pencerahan, bimbingan, pembinaan, konsultasi dan konseling kepada CJH pada umumnya, khususnya CJH yang sudah resmi mendaftar (sudah menyetor uang muka yang telah ditentukan) dapat diberi kesempatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, termasuk general check up enam bulan sekali. Dengan demikian dapat mewujudkan budaya hidup sehat sekaligus mengetahui keadaan atau kondisi kesehatannya sehingga dapat dilakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

CJH lansia dan CJH risti tidak perlu dikhawatirkan. CJH lansia dan CJH risti sudah tahu dan mengenal kondisi kesehatannya, tahu menjaga dan mengatasi kemungkinan yang terjadi terhadap kondisi kesehatannya dan tahu pula resiko yang mungkin terjadi selama melakukan ibadah haji. Kenyataannya ada juga CJH yang tidak CJH lansia dan CJH risti, yakni CJH sehat yang pada waktu melaksanakan ibadah haji menjadi sakit dan perlu bantuan atau perawatan kesehatan, bahkan ada yang sampai meninggal.

Ibadah haji merupakan satu dari lima rukun Islam, yang wajib dilaksanakan oleh setiap individu yang mampu, sekali seumur hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dijelaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah dengan memberi peluang bagi partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat misalnya dalam bentuk penyelenggaraan ibadah haji khusus dan bimbingan ibadah haji. Sedangkan pemerintah (Kementrian Agama) sebagai regulator dan sekaligus sebagai penyelenggara ibadah haji.

Pemerintah sebagai regulator mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan penyelenggaraan ibadah haji. Pemerintah harus mampu menjaga dan mengendalikan penyelenggaraan haji, misalnya jangan sampai timbul korupsi, kolusi, nepotisme, pemborosan, dan tindakan-tindakan lain yang menyimpang dari ketentuan. Misalnya timbulnya penyelenggaraan ibadah haji ilegal dengan kuota haji yang ilegal pula. Kecurangan dan penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji sangat merugikan bagi CJH yang baik, disiplin, amanah, sabar, jujur, tertib, dan menyadari serta menghayati bahwa ibadah haji wajib dilaksanakan dengan betul dan benar.

Mulai dari proses perencanaan, niat ibadah haji, pelaksanaan, dan hasil akhirnya yaitu menjadi haji mabrur. Cukup banyak CJH yang melaksanakan ibadah haji melakukan kecurangan dan penyimpangan mulai dari tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan niatnya. Waktu tunggu yang lama sering dimanfaatkan orang untuk mencari keuntungan, dan sayangnya sejumlah CJH mau ikut begitu saja dalam cara yang tidak betul dan benar. CJH bersedia ikut melakukan hal-hal yang menyimpang,  misalnya rela dan ikhlas membayar tambahan melalui jalan ilegal dan sebagainya.

Waktu pelaksanaan ibadah haji yang dirancang atau ditetapkan pemerintah, yaitu keberangkatan dari tanah air (Indonesia) sampai kembali ke tanah air lagi terlalu lama sampai lebih dari 30 hari. Padahal pelaksanaan wajib ibadah haji dapat diselesaikan dalam waktu tidak lebih dari 10 hari, mulai berangkat dan pulang kembali ke tanah air. Waktu ibadah haji yang pendek sebenarnya telah dilaksanakan oleh pemerintah yaitu dengan menyediakan kesempatan bagi para pejabat pemerintah, baik eksekutif, legislatif, dan pejabat lain beserta keluarga dan kerabatnya.

Alasan pelaksanaan ibadah haji memerlukan waktu yang lama yaitu lebih dari 30 hari dikatakan untuk memberi kesempatan CJH agar dapat melaksanakan ibadah sunah lebih banyak, sebenarnya merupakan alasan yang kurang tepat. Karena tidak semua CJH ingin melaksanakan ibadah sunah yang dilaksanakan atau dianut oleh CJH yang lain. Ada perbedaan pendapat tentang ibadah sunah ini, misalnya shalat arbain. Waktu pelaksanaan ibadah haji yang lama dapat dimanfaatkan untuk tujuan diluar kepentingan ibadah haji, yang tidak mempunyai kaitan dengan ibadah haji, misalnya umtuk berbelanja atau piknik. Waktu pelaksanaan ibadah haji yang lama menyebabkan biaya yang lebih tinggi, boros dan tidak tepat guna serta mubazir, bahkan kadang menjadi ladang bisnis.

Kadang-kadang ada petugas penyelenggaraan ibadah haji yang mempunyai niat ganda, misalnya niat melaksanakan ibadah haji dan niat menjadi petugas penyelenggaraan ibadah haji. Hal seperti ini menyebabkan pelayanan kepada CJH tidak optimal. Padahal sebenarnya dan idealnya setiap CJH hanya mempunyai niat tunggal yaitu niat melaksanakan ibadah haji saja, niat yang penuh untuk melaksanakan ibadah haji, tidak  dibagi dengan niat yang lain. Niat ganda dalam melaksanakan ibadah haji ini, mungkin dapat menyebabkan ibadah haji kurang sempurna.

Pemerintah melalui Kementrian Agama sebagai regulator dan penyelenggara ibadah haji harus amanah, jujur, dan adil dalam menetapkan kebijakan ibadah haji. Kekurangan dan kesalahan harus segera dikoreksi, sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan ibadah haji. Korupsi, kolusi, nepotisme, penyelenggaraan ibadah haji ilegal, seta CJH ilegal, pemborosan dan niat ganda CJH, dan penyelenggaraan ibadah haji harus segera ditangani dan diselesaikan dengan tuntas. Khusus untuk CJH risti, khususnya CJH lansia dapat dilakukan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan maupun yang berkaitan dengan kebijakan dalam waktu pelaksanaan ibadah haji.

Bagi CJH lansia dan CJH risti ada pilihan dalam melaksanakan ibadah haji, yaitu melaksanakan ibadah haji dalam waktu yang singkat, sekitar 10 (sepuluh) hari saja, dengan prinsip “ Berangkat Akhir  Pulang Awal.” Dengan demikian keinginan sebagian anggota Komisi VIII DPR mengusulkan untuk menyetop pemberangkatan CJH usia risti yang akan ditempuh antara lain dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Haji, yang rencana ditarget mulai bergulir pada tahun 2013 tidak perlu diwujudkan. Mudah-mudahan hanya menjadi rencana bahkan hanya menjadi wacana saja. Usulan tersebut lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, dan merupakan pekerjaan mubazir serta pemborosan anggaran negara saja. Pekerjaan atau pelayanan ibadah haji memang tidak dapat sempurna, namun yang diharapkan makin menjadi lebih baik di masa yang akan datang. “Berangkat Akhir Pulang Awal” merupakan kebijakan dan keputusan yang arif dan tidak sulit untuk diterapkan dan dilaksanakan. **
* Penulis, Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Kalbar.

No comments:

Post a Comment