Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 6, 2011

Kelahiran Manusia ke 7 Milyar

Oleh : Drs. Hendry Jurnawan, SH.,SIP., MM

Danica May Camacho, putri pasangan Camille Dalura – Florante Camacho, dipilih secara simbolis oleh PBB sebagai warga dunia ke-7 miliar. Bayi perempuan ini lahir di Manila, Filipina pada Kamis, 31 Oktober 2011 lalu. Hari tujuh miliar ini merupakan program PBB untuk mengingatkan seluruh penduduk bumi bahwa planet yang mereka huni sudah berisi tujuh miliar orang.

Ada alasan yang logis, mengapa PBB telah memilih Asia sebagai tempat favorit untuk kelahiran manusia ini secara simbolik. Mungkin karena matahari terbit di sebelah timur, sehingga ibu-ibu  Asia memiliki kesempatan lebih dahulu untuk melahirkan bayi ke 7 milyar ini. Mengapa pilihan PBB tentang bayi yang akan disebut sebagai manusia ke tujuh milyar hanya bersifat simbolik. Adanya kesulitan dalam penentuan sesungguhnya siapa yang tepat ke 7 milyar, karena mengingat ribuan bayi dilahirkan setiap  jam dan akan mustahil untuk menentukan dengan tepat bayi mana yang berhak untuk mendapatkan gelar kehormatan tersebut.

Jika dugaan ini benar, maka sangat logis bayi ini akan dicatat dan tumbuh menjadi bagian dari asetdemografis yang bersejarah ini, sekaligus menandakan demografi dunia telah menunjukkan ledakan populasi. Coba bayangkan saat sekarang telah terjadi dua kali lebih banyak manusia yang hidup dimuka bumi dibandingkan tahun 1960an. Satu hal perlu diketahui, bayi yang lahir ke 6 milyar, yang disambut oleh Sekjen PBB saat itu,  Kofi Annan di Sarajevo, Bosnia pada tanggal 22 Oktober 1999 kini sudah berusia 11 tahun.

Asian Development  Bank (ADB) memperkirakan pada pertengahan tahun 2022, untuk pertama kali lebih banyak  orang  tinggal di kota besar dibandingkan  di daerah pedesaan. Karena akan terjadi gelombang arus manusia berpindah dari desa ke kota kota besar, dengan tujuan untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Angka statistiknya sangat mengejutkan. Menurut ADB, sekitar 1.1 milyar orang akan pindah dari wilayah pedesaan ke kota besar. Ini akan sangat dirasakan terutama  terjadi di Asia, karena dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, rata-rata sekitar 150.000 jiwa pindah dari desa ke kota setiap harinya.

Timbul pertanyaan apakah  jutaan orang yang berpindah dari desa ke kota benar-benar akan mendapatkan kehidupan  yang  lebih layak seperti mereka harapkan?  Banyak ahli cukup optimis, meski kenyataannya manusia belum pernah menghadapi pertumbuhan urban  yang  sedemikian cepat. Sesungguhnya sejak Athena klasik dan Roma kuno, kota-kota besar merupakan harapan masyarakat merindukan kehidupan lebih cerah. Karena saat  itu manusia diperan sebagai faktor produksi ibarat mesin mesin ampuh utuk kepentingan sosial ekonomi.

Memang kota besar yang paling berdaya di planet  ini,  karena berkembangnya ilmu pengetahuan dan sejumlah informasi tersebar. Lebih mungkin tersedia pekerjaan. Pusat pemerintah dan lebih muda akses ke penguasa. Tapi perlu diingat, kota-kota besar akibat ledakan populasi ini, seiring itu akan tumbuh dengan subur tempat penumpukan sampah, pengemis dengan tempat tinggal  yang kumuh, sarang penyakit menular, masalah kriminalitas, kasus pidana dan narkoba, perjudian dan tempat lokalisasi. Terbebani juga polusi udara, kemacetan yang melumpuhkan.

Komisi Ekonomi Sosial  PBB mengatakan khususnya wilayah Asia Pasifik, kemiskinan dan ketimpangan paling terkonsentrasi di kota besar. Angka tidak resmi menunjukkan lebih dari 40 persen penduduk urban Asia Pasifik tinggal di area kumuh, tanpa akses ke tempat bernaung dan mendapat pelayanan yang layak, terbatas peluang penghasilan. Ini hampir sama seperti terjadi di Inggris selama revolusi industri dari tahun 1780 sampai 1840  yang terjadi tidak sedikit penderita manusia. Sementara penghuni kota diEropa Barat sudah dilelahkan oleh konsumsi yang berlebihan dan stress dari kehidupan kota. Ironisnya mencari gaya hidup yang tidak terlalu materalistik di pedesaan atau pantai, justru merupakan kemewahan dan kebahagian tersendiri.

Ada sebuah unsur di masyarakat Barat dimana orang mengatakan semua benda material, keberhasilan duniawi, tidak berarti apa-apa. Tapi suatu saat orang Guangzhou atau Shanghai sudah pasti akan berbicara tentang  kedangkalan konsumsi. Setiap tahunnya, India  perlu membangun sebuah kota sebesar Chicago untuk memberikan cukup ruang komersial dan pemukiman bagi migrannya. Dan 15 tahun  mendatang, seratus kota baru di China, akan berkembang dan tergabung ke dalam daftar 600 sentra urban top yang menghasilkan 60 persen GDP global.

Di Asia secara keseluruhan, China, Hongkong, Singapura dan negara-negara yang kaya atau lebih seimbang seiring dengan pertumbuhan dan urbanisasi, secara bersama akan mendatangkan peningkatan kesulitan hidup. Kita sangat optimis tentang kota manapun di dunia, ternyata orang di kota lebih mungkin untuk mendapat akses ke pendidikan daripada mereka yang tinggal di desa. Jikalau Anda berpendidikan, maka terbuka langkah pertama menuju kesejahteraan ekonomi dan sosial, juga kesehatan. Tetapi manusia ke 7 milyar akan mempunyai banyak saingan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan di kota ini. Satu hal perlu diketahui kita bersama bahwa manusia ke 8 milyar akan lahir pada tanggal 15 Juni 2025. (disadur dari berbagai sumber) **



No comments:

Post a Comment