Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, November 29, 2011

Menghidupkan Nilai Islam dalam Ekonomi

Oleh: Sumar’in Asmawi

Semenjak manusia lahir ke muka bumi, ia akan senantiasa berusaha untuk menjaga eksistensi dan fungsinya dimuka bumi sebagai seorang khalifah. Untuk mewujudkan hal tersebut manusia melakukan kompetisi dengan lingkungannya baik dengan alam, tumbuhan, binatang maupun dengan manusia itu sendiri. Kompetisi yang terjadi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh sumber daya (resources) sebagai hukum positif dan nilai-nilai ketuhanan sebagai hukum normatife. Dengan kata lain siapa yang paling mampu mengoptimalkan sumber daya tersebut yang di ikuti nilai-nilai keagamaan, maka ia akan menjadi pemenang.  Dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, sudah menjadi hal yang lumrah seorang manusia dituntut untuk mampu mengoptimalkan fungsi-fungsi ekonomi dalam dirinya yakni fungsi produksi, fungsi distribusi dan akhirnya melakukan konsumsi dengan tetap memegang nilai-nilai dan etika kemanusiaan.

Semakin bertambahnya kuantitas manusia dimuka bumi secara otomatis akan semakin besarnya kompetisi yang terjadi. Hal ini menuntut pemikiran yang keras (Ijtidah) untuk menghasilkan sistem ekonomi yang paling tepat dan sesuai dalam rangka mempertahankan eksistensi kemanusian individu manusia masing-masing, tanpa harus mendzolimi dan membunuh karakter dari masyarakat lain. Dengan harapan terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang seimbang, adil dan kesejahteraan secara merata.


Kajian tentang Ekonomi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam dinamika pergulatan pemikiran Islam. Sebagai  sebuah agama paripurna, Islam tidak pernah menentang dan berlawanan dengan konsep ekonomi, selama masih dalam aturan dan norma yang digariskan dalam Qur’an dan  Sunnah. Hadirnya Islam merupakan penyempurnaan akan konsep ekonomi yang telah ada. Kendati demikian, konsep ekonomi Islam bukanlah merupakan sebuah ilmu ekonomi baru yang mewarnai alur pemikiran dalam dekade terakhir ini, Ekonomi Islam merupakan sebuah nilai-nilai yang hadir bersama hadirnya Islam itu sendiri ke muka bumi.

Mengkaji masalah Ekonomi Islam (Muamalah), kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri. Dalam hukum Islam terdapat kaidah yang menegaskan, “Al-Ashl fi al-‘ibadat al-ta’abbud min ghairi al-iltifat ila al-ma’ani; amma al-‘adat fa-al-ashl fiha al-iltifat ila al-ma’ani” (Hukum asal dalam persoalan ibadah adalah ta’abbud, yakni terikat dan harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tanpa perlu memperhatikan pada makna, semangat dan tujuannya; sedangkan hukum asal dalam ‘adat [kebiasaan, non ibadah] adalah memperhatikan pada makna, semangat dan tujuan). Dengan kata lain Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.

Catatan Sejarah menyebutkan  bahwa mata uang yang beredar di kalangan bangsa Arab pada masa Jahiliah adalah emas dan perak, tidak ada yang lain, yang datang dari berbagai kerajaan. Dinar emas Kaisar berasal dari Romawi, sedangkan dirham perak terdiri atas dua macam, Sauda’ Wafiyah dan Thabariyah ‘Utuq. Ketika datangnya Islam Rasullulah juga masih menggunakan alat pembayaran ini, yakni dengan menggunakan Dirham Perak Persia dan Dinar Emas Romawi dalam bentuk aslinya, tanpa mengalami pengubahan atau pemberian tanda tertentu. Nabi pun tidak pernah membuat uang khusus untuk umat Islam. Dengan kata lain, pada masa itu, belum ada apa yang disebut dengan “uang Islam”. Uang Islam atau disebut juga dengan Dinar Islam baru dibuat pada masa berikutnya. Menurut para sejarawan, orang yang pertama kali menerbitkan Dirham dan Dinar untuk diberlakukan di negara Islam adalah Khalifah Bani Umayah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 74 H. Sebelum tahun itu, tidak pernah didapatkan baik dalam buku-buku sunnah (hadis) maupun dalam sejarah Nabi (sirah nabawiyah) keterangan tentang Dinar Islam.

Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa sejak hadirnya Islam, ketika berbicara masalah Ekonomi, Rasullulah tidak mencoba untuk mengubah sistem ekonomi yang telah diberlakukan sebelumnya yang mana merupakan warisan sistem pembayaran bangsa arab jahiliyah, tapi untuk masalah uang (muamalah), Islam lebih melihat pada makna dan tujuan dari sistem ekonomi tersebut. Dimana ketika sistem yang sudah berlaku tersebut lebih membawa kemudahan dan manfaat serta sangat kecil mudharatnya maka hal ini tidak perlu diadakan Islamisasi terhadap hal tersebut. Namun bukan berarti ekonomi yang dibangun oleh Islam dalam konteks ekonomi Islam tidak mempunyai identitas, justru Islam dalam konsep ekonomi mempunyai aturan yang tegas dan jelas. Ketegasan dan kejelasan yang menjadi identitas ekonomi dalam islam adalah masalah etika dan nilai. Artinya ketika tidak ada etika dan nilai dalam ekonomi maka Islam menyatakan perlawanan terhadapa system ekonomi tersebut.

Yusuf Qardawi menjelaskan bahwa salah satu aspek terpenting dalam kegiatan ekonomi yang melekat dalam Islam adalah asepk etika. Dimana islam sebagai sebuah ajaran yang komperhensif, Islam tidak akan pernah memisahkan antara ekonomi dan etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dan dengan etika, perang dengan etika dan kerabat sedarah dengan kehidupan Islam. Islam adalah agama yang di risalahkan oleh Allah melalui Muhammad untuk menyempurnakan etika dalam setiap aspek kehidupan.

Ekonomi Islam lebih mementingkan aspek nilai, DR. Said Sa’ad Morton mengatakan bahwa dalam ekonomi Islam, selain sistem bagi hasil, ada empat karakteristik dasar yang membedakannya dengan ekonomi kontempor lain meliputi  Pertama, dialektika nilai-nilai spritualisme dan materialisme. Sistem ekonomi kontemporer hanya konsen terhadap nilai yang dapat meningkatkan utility suatu barang atau terfokus pada nilai-nilai material. Sistem ini tidak pernah menyentuh nilai-nilai spritual dan etika kehidupan masyarakat, sehingga menciptakan individu-individu yang penuh dengan nilai-nilai indivudualisme, egoisme dan materialisme. Sedangkan dalam konsep ekonomi Islam terdapat dialektika antara nilai-nilai spritualisme dan materialisme. Hal ini menunjukkan sebuah konsep ekonomi yang menekankan nilai-nilai kebersamaan dan kasih sayang di antara sesama individu masyarakat. Kedua, kebebasan berekonomi. Sistem ekonomi Islam tetap membenarkan kepemilikan individu dan kebebasan dalam bertransaksi sepanjang dalam koridor syariah. Juga memberikan hak dan kewajiban bagi setiap individu masyarakat dalam menciptakan keseimbangan hidup bermasyarakat, baik dalam bentuk produksi maupun konsumsi. Kebebasan ini akan mendorong masyarakat bekerja dan berproduksi demi tercapainya kemaslahana hidup masyarakat.

Ketiga, dualisme kepemilikan. Hakikat pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah. Manusia hanya sebagai wakil allah dalam memakmurkan dan mensejahterakan bumi. Kepemilikan yang dimiliki oleh manusia merupakan derivasi atas kepemilikan Allah yagn hakiki (Istikhlaf) untuk itu setiap kebijakan ekonomi manusia harus senantiasa berlandaskan atas dasar kemakmuran bersama. Walaupun demikian manusia tetap diberikan kebebasan untuk mengelola dan memanfaatkan harta benda sesuai dengan norma dan nilai-nilai agama. Keempat, menjaga kemaslahatan individu dan masyarakat. Konsep kehidupan ekonomi yang terdapat dalam Islam, senantiasa menjaga kemaslahatan bagi individu dan masyarakat. Kedua kemaslahatan tersebut tidak boleh didikotomi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam arti, kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan untuk kemaslahatan bersama atau demikian pula sebaliknya. Sehingga konsep distribusi harta sangat jelas diatur dalam Islam sebagai upaya untuk menjaga kemaslahatan bersama tanpa mendzolimi satu pihak yang terkait dalam kehidupan ekonomi.

udah-mudahan dengan dikembalikannya etika dan nilai yang jelas bagi pelaku ekonomi khususnya bagi mereka yang beragama Islam, akan kembali menumbuhkan sector riil dan tentunya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Bukankan itu tujuan ekonomi sesungguhnya? **

* Penulis, Mahasiswa Doktoral (S3) Ekonomi Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dosen STAI Sambas.

No comments:

Post a Comment