Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, November 12, 2011

Pandangan Keliru

Oleh : Saiman, S.S

“Andhabhuto ayam loko  tanuk ettha  vipassati, sakunto  jalamutto va appo saggya  gacchati.” Arti: Dunia ini terselubung kegelapan dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Seperti burung-burung yang dapat melepaskan diri dari jaring, demikian juga hanya sedikit orang yang dapat pergi ke alam surga.” (Dhammapada  174)

PENGIKUT Buddha sering  memiliki pandangan keliru. Pandangan  keliru itu menyatakan bahwa menjadi pengikut Buddha adalah sulit,  tidak boleh membunuh nyamuk karena nanti bisa terlahir sebagai nyamuk. Pandangan keliru lain misalnya dalam tradisi  melepas burung atau melepas ikan  agar tidak terlahir kembali sebagai burung atau sebagai ikan. Mereka juga tidak melakukan pembunuhan pada semut karena takut terlahir sebagai semut. Pandangan seperti itu jelas merupakan pandangan-pandangan yang keliru. 

Kalau  membunuh nyamuk  terlahir kembali menjadi nyamuk atau membunuh semut dapat terlahir kembali sebagai semut, maka mungkin orang akan berlomba-lomba untuk membunuh mahluk yang baik-baik agar ia dapat terlahir sebagai mahluk yang baik juga. Mungkin akan membunuh seorang raja agar  dapat terlahir sebagai seorang raja dan atau   mungkin akan membunuh para bintang film agar  terlahir kembali sebagai bintang film. 
Pandangan seperti itu jelas merupakan pandangan keliru, dan tidak ada dalam Buddha Dharma. Terdapat pandangan keliru lainnya yang berkembang dalam masyarakat. Ada yang beranggapan  bahwa menjadi  umat Buddha sulit dan  boros, karena harus melakukan sembayang kubur dua kali dalam setahun. Misalnya lagi  seorang bayi meninggal, baik bayi itu masih dalam kandungan maupun sudah terlahir beberapa waktu, maka untuk menenangkan keluarganya yang sedih kehilangan bayi tersebut, orang menasehatinya dengan mengatakan bahwa bayi itu pasti akan masuk surga karena ia masih suci. Ini adalah hal yang aneh dan tidak pernah diajarkan oleh Buddha pandangan-pandangan seperti itu. 
Kalau memang bayi yang dianggap suci itu meninggal dan pasti terlahir di surga, mungkin akan banyak ibu yang mencekik  bayinya agar  terlahir di surga    Tentu saja tidak pernah ada pembunuhan bayi sendiri dengan dasar pandangan yang salah ini. Bayi yang mengalami kematian walaupun sejak masih dalam kandungan tetap akan terlahir di alam bahagia maupun menderita sesuai dengan timbunan karma yang telah dimiliki sejak kelahirannya yang terdahulu.  Bayi dalam pandangan Buddha Dhamma masih memiliki karma buruk dan karma baik. Salah satu hal yang membuat tidak suci dalam kehidupan manusia adalah melakukan pelanggaran sila. Dalam Ajaran  Buddha dikenal adanya lima latihan kemoralan. Lima latihan kemoralan atau Pancasila Buddhis seperti yang dijelskan dalam Kitab  Anguttara Nikaya  yang  berisikan tekad untuk melatih diri menghindari membunuh,  menghindari mencuri, menghindari perjinahan, menghindari kata-kata bohong atau berdusta, dan menghindari  minum-minuman keras atau  mabuk-mabukan. (Anguttara Nikaya III, 203)

Setiap orang  ingin melepaskan diri dari kesulitan dan penderitaan. Tidak ada seorang pun yang ingin mengalami kesulitan dan  penderitaan, namun tanpa memiliki pengertian dan pikiran yang benar akan kehilangan arah dan justru  terprosok dalam penderitaan itu sendiri. Tidak sedikit orang yang bingung, bagaimana membebaskan diri dari kepaitan hidup yang di deritanya. Ada yang meratap atau bermabuk –mabukan untuk melupakan  kesulitannya sesaat. Ketidak mampuan untuk menghadapi tantangan hidup membuatnya semakin jauh dari kebahagiaan.

Orang yang tidak tahu akan melakukan perbuatan yang memuaskan dirinya seketika, tetapi justru akan menghasilkan penderitaan yang lama di kemudian hari. Hidup bukan sebagaimana yang kita pikirkan, tetapi sebagaimana yang kita hadapi. Menghadapi hidup  merupakan realitas yang harus dilaksanakan dengan benar. Terlalu sering kita  menerima apa yang kita hadapi dengan berpikir buruk tanpa berusaha menelaah lebih lanjut apakah cara pandang kita sudah benar, dan tidak juga mencari  apa yang menjadi sebab permasalahan. Buddha mengajarkan bagaimana  mengatasi permasalahan hidup  dengan mengolah dan mengubah diri sendiri untuk menghadapi dunia luar. Buddha melihat  bahwa perubahan itu sebagai kebenaran yang harus dihadapi. Segala sesuatu di dunia akan melangalami perubahan (anicca). Mereka yang memiliki pandangan keliru akan hanyut terbawa oleh perubahan itu sendiri. Kebahagiaan seseorang tidak akan tercapai dengan cara pandang mengubah dunia luar tanpa menyempurnakan dirinya sendiri.**


No comments:

Post a Comment