Saat ini ahli-ahli perencanaan kota sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik yang bekerja di perusahaan konsultan teknik maupun bekerja di kantor Pemerintah Daerah, yaitu di Bappeda, PU, Dinas Tata Kota/Ruang. Dapat dikatakan sebagian besar kota-kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil khususnya di lingkungan kantor pemda sudah memiliki tenaga ahli bidang perencanaan kota. Untuk kota-kota yang belum memiliki biasanya pemda mengupayakan dengan memfasilitasi staf-staf dari disiplin ilmu yang terkait untuk mengambil program master di bidang perencanaan kota.
Logikanya, seharusnya perkembangan kota-kota di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Namun pada kenyataannya bisa dilihat dan dirasakan seperti apa perkembangan kota-kota di negeri ini. Persoalan perkembangan kota pada saat ini bukan hanya milik kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan saja tetapi sudah menyusup ke kota-kota kecil hingga di luar Jawa. Perkembangan kota serta kondisi lingkungannya saat ini terlihat berjalan secara alamiah, apa adanya terkesan tidak ada sentuhan penataan yang baik.
Rumah dibangun di pinggiran sungai, dekat pantai dibiarkan, limbah dan sampah dari rumah penduduk dibuang langsung ke tempat-tempat tersebut juga sudah biasa. Ancaman banjir dan gelombang pasang juga dianggap masalah remeh. Rumah dibangun di tempat-tempat berbahaya seperti dibawah saluran listrik bertegangan tinggi, di daerah berbukit yang rawan longsor, di sepanjang rel kereta api juga masih banyak terlihat di banyak kota. Kemudian hutan ditebangi dan terjadi banjir bandang atau terjadi kebakaran satu kampung karena perumahannya padat tidak tertata dengan baik, dan seterusnya. Hal-hal seperti ini tampaknya sudah lumrah ditemui di kota-kota di Indonesia.
Sebenarnya upaya-upaya penataan ruang kota dan lingkungan atau yang sekarang dikenal dengan perencanaan kota sudah sejak lama dilakukan. Bahkan beberapa kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya telah dibuat penataan kotanya sejak zaman pendudukan Belanda, yang dikenal dengan nama Master Plan kota atau rencana induk kota. Kemudian setelah zaman kemerdekaan kegiatan ini dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Beberapa dekade kemudian pemerintah Indonesia telah mengembangkan penataan ruang yang mencakup tingkat nasional, provinsi, kabupaten hingga tingkat ibukota kecamatan. Materi yang dikembangkan juga telah dikembangkan sedemikian rupa dari tingkatan yang umum, detail hingga teknis. Selanjutnya dokumen-dokumen perencanaan ini dilegalisasikan menjadi peraturan daerah yang diharapkan mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur pembangunan kota.
Kegiatan penataan ruang kota/lingkungan dilaksanakan secara rutin setiap tahun yang dananya dialokasikan dalam APBN, APBD sebagian berbentuk pinjaman (loan) atau hibah (grant) dari badan dunia pemberi bantuan melalui proyek pemerintah yang dikerjakan oleh konsultan. Dana yang telah dialokasikan untuk kegiatan ini bernilai ratusan juta, hingga bernilai miliyaran rupiah, sehingga wajar kalau ada tuntutan bahwa dokumen perencanaan kota harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
Namun harapan tinggal harapan, rencana tinggal rencana, aturan, tinggal aturan. Perkembangan kota hingga saat ini nyaris tidak terlihat penataannya. Kota-kota metropolitan dan kota besar makin bertambah semrawut, kemacetan merebak dimana-mana, banjir setiap tahun, polusi udara, air, suara sudah terjadi sehari-hari. Begitu juga penggusuran lahan terus terjadi, pedagang kaki lima menempati trotoar, preman, pengemis, gelandangan berkeliaran di lampu merah. Demikian juga kota-kota kecil tak luput dari permasalahan perkembangan kota, walaupun dalam skala yang lebih kecil.
Penataan ruang hanyalah sekedar aturan, yang apabila tidak ada penegakan hukum atas aturan-aturannya akan mudah dilanggar oleh oknum-oknum tertentu, bahkan dipolitisir untuk kepentingan-kepentingan sesaat oleh sekelompok orang tertentu. Yang akibatnya akan mengorbankan kebutuhan hidup orang banyak serta keberlangsungan perkembangan kota di masa yang akan datang. Dengan demikian sudah saatnya pihak-pihak yang berkompeten melakukan pembenahan lebih lanjut, termasuk dukungan aspek-aspek hukum, kelembagaan, pembiayaan, termasuk juga pemberdayaan serta peningkatan kesadaran (awareness) masyarakat kota untuk memahami dan mematuhi pentingnya penataan ruang. Selanjutnya mudah-mudahan ke depan penataan ruang bisa berperan lebih banyak dalam mengarahkan pembangunan kota-kota di Indonesia.
* Penulis, Konsultan Bappenas yang sedang bertugas di Bappeda Kota Pontianak.
No comments:
Post a Comment