Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, December 7, 2011

Duka di Penghujung Tahun Jilid II

Oleh: Hariyadi Eko Priatmono

Musibah demi musibah datang silih berganti. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, bangunan runtuh dan angin kencang selalu menghiasi tanah pertiwi ini. Ribuan nyawa melayang, kehilangan harta yang tidak terhitung, adalah bagian dari duka yang mereka rasakan. Rantapan mata, teriakan yang histeris seakan-akan menjadi solusi atas ketidakberdayaan.

Tulisan diatas setidaknya menggambarkan duka mendalam yang dirasakan saudara-saudara kita yang saat ini sedang tertimpa musibah. Rasa haru dan pilu tentunya menyelimuti perasaan kita sebagai satu kesatuan di tanah tercinta. Seakan-akan duka mereka adalah duka kita bersama. Namun apa daya manusia yang tidak punya kuasa, ketika musibah dan cobaan datang melanda, kita hanya bisa berdoa semoga musibah dan cobaan ini segera berlalu dan berusaha bangkit untuk kembali menjalani hidup seperti biasa. 
Namun dibalik musibah yang datang silih berganti ini, pada dasarnya terdapat hikmah yang dapat dipetik oleh setiap manusia, baik bagi kalangan rakyat biasa maupun kalangan rakyat kelas atas (baca:  pemerintah). Musibah yang datang menghantam bangsa ini tidak datang begitu saja, ada hukum sebab akibat yang terjadi pada bangsa ini dan kesemua itu perlu perenungan sehingga apa yang saat ini terjadi di bangsa ini benar-benar memberikan pelajaran berharga bagi semua lapisan masyarakat.

Akan tetapi ketika bangsa ini kian hari selalu dihadapkan dengan persoalan musibah yang melanda, setidaknya semua elemen masyarakat harus berintropeksi diri tentang apa yang telah dilakukan selama ini, hingga cobaan silih berganti datang menghantui dapat memberikan pelajaran yang berharga. Sekedar mengingatkan tentang sejarah yang cukup mengguncang dunia, dimana bangsa ini pernah diterpa Tsunami dan Gunung Meletus yang  menelan korban jiwa.

Dan kini akhir 2011 dan diawal tahun 2012 duka itu tidak kunjung berhenti. Di akhir perjalanan penghujung tahun 2011, lagi-lagi negeri ini kembali mendapatkan ujian berupa musibah yang tiada hentinya, dimulai dari runtuhnya jembatan Mahakam di Kutai Karta Negara Kalimantan Timur, Gunung Meletus di Ternate Maluku Utara, Banjir Lahar Dingin di Magelang Jawa Tengah, serta banjir yang terjadi di beberapa wilayah bangsa ini. Mungkin ini bukan hanya teguran kepada kita sebagai kaum yang tertindas oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang bermain dengan politik. Akan tetapi ini adalah teguran yang sangat keras kepada pemerintah bahwa dituntut kesadaran “mereka” untuk mendahului kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan pribadi atau politik.

Kalau saja kita boleh berkaca kepada kondisi atau keadaan bangsa ini, mungkin saja Tuhan jenuh dan gerah melihat tingkah laku hambanya. Sebagai contoh pemerintah atau wakil rakyat yang  seharusnya memperjuangkan nasib rakyat malah mempertontonkan kekayaan pribadi.  janji-janji para penguasa, yang dilontarkan kepada rakyat hanya semata-mata untuk menarik simpatik demi mewujudkan cita-cita mereka. Kalaulah boleh saya menirukan janji-janji ala penguasa pada saat-saat kampanye mereka berkata, “Pilih saya, dengan memilih Saya, Saya akan memperjuangkan hak-hak anda. Pendidikan gratis, Kesehatan gratis bagi rakyat miskin, terbukanya lowongan pekerjaan, pemberantasan korupsi” dan masih banyak janji-janji yang mereka lontarkan demi menarik simpatik rakyat sehingga mewujudkan cita-cita mereka.

Namun apa yang terjadi, ketika rakyat diberikan dengan janji-janji manis, dan ketika mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Lagi-lagi rakyat hanya bisa tersenyum manis merasakan penderitaan yang tidak kunjung berakhir. Kemiskinan masih saja terjadi, mahalnya pendidikan bagi masyarakat tidak mampu, bertambahnya pengangguran, dan ketidakadilan yang dirasakan, dan penegakan hukum yang masih pandang bulu mewarnai perjalanan bangsa ini.

Tuhan tidak cukupkah ujian yang Engkau berikan kepada kami? Tidak sanggup rasanya menahan ujian yang Engkau berikan, berikan kami sedikit waktu untuk mengintropeksi diri betapa angkuhnya kami dengan kehidupan ini. Betapa angkuhnya kami dengan kekayaan yang kami miliki, betapa angkuhnya kami dengan jabatan-jabatan yang kami miliki. Hingga kami lupa bahwa hidup ini hanyalah sementara hingga kami lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang mementingkan amanah untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang tertindas. 

Mungkinkah kata taubat yang akan mengakhiri penderitaan ini. Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan satu pihak, tapi tulisan ini setidaknya memberikan harapan kepada semua elemen masyarakat termasuk para penguasa untuk kembali memberikan ruang berfikir, tentang apa yang telah kita lakukan selama ini. mungkin ketidakadilan, kemunafikan, kesombongan, keangkuhan, dan kebohongan yang kita lakukan membuat sang Pencipta alam ini gerah dan marah. Tidak ada yang lain yang dapat kita lakukan, kecuali bertobat dan memohon ampun kepada Tuhan akan apa yang telah kita lakukan selama ini. Dan berharap semoga saja musibah yang melanda bangsa ini memeberikan pelajaran kepada kita bahwa pada dasarnya hidup hanyalah sementara. Dibalik kekuasaan yang kita miliki ternyata terdapat sang Penguasa yang memiliki kekuasaan tersebut.

Semoga saudara-saudara kita yang saat ini sedang diberikan cobaan oleh sang Penguasa diberikan ketegaran hati dan kesabaran untuk menjalani kehidupan ini. Kesabaran bukanlah hanya berdiam diri, orang yang berkata sabar tanpa melakukan apapun berarti sedang menunggu kehancuran diri. Semangatlah saudara-saudara ku, Tuhan tidak akan menguji umatnya diluar batas kemampuanya. Dan mulai berfikir untuk melakukan perubahan atas nama rakyat. **
* Penulis, Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak.

No comments:

Post a Comment