Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, December 19, 2011

Memberantas Korupsi Model Hongkong

Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang hampir melanda seluruh negara. Setiap negara mempunyai cara tersendiri untuk memberantas korupsi ini. Di Indonesia sudah puluhan tahun pemerintah berupaya untuk memberantas korupsi mulai Presiden Soekarno sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di masa reformasi ini. Tapi ternyata korupsi tetap marak bahkan semakin berkembang biak, baik korupsi sendiri-sendiri maupun secara berjamaah.

Fenomena mengenai korupsi ini memang semakin menyakitkan, karena yang terlibat justru orang yang harus menjadi teladan seperti beberapa kepala daerah dan beberapa anggota dewan, bahkan diantara oknum penegak hukum pun ternyata tergiur juga untuk  memperkaya diri dengan cara yang illegal ini. Walaupun Pemerintah sudah membentuk lembaga yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi ternyata yang melakukan korupsi bukannya semakin berkurang tapi justru semakin bertambah. Dan yang dikorupsi juga tidak tanggung-tanggung, ada yang mencapai puluhan milyar  rupiah.

Ada baiknya juga kita melihat bagaimana model Hongkong memberantas korupsi. Dulu diantara masyarakat Cina dan Hongkong menganggap korupsi adalah way of life. Sehingga sebuah langkah radikal dan luar biasa harus dilakukan pemerintah. Pada awal tahun 1970, Kepolisian Hongkong terjerembab pada jaringan obat bius, judi, dan prostitusi. Jaringan-jaringan ini memberi uang pada polisi agar tidak mengusik mereka. Kantor Anti Korupsi dalam Kepolisian , Anti-Corruption Branch (ABC) bukan berarti tidak ada atau hanya berpangku tangan melihat kemuraman ini. Berbagai upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Kenapa? sebab mereka menempuh langkah-langkah yang biasa saat memerangi kejahatan luar biasa (korupsi) ini.

Angin segar mulai bertiup ketika Gubernur Hongkong yang baru, Murray MacLehose, pada Oktober 1973 meninggalkan cara-cara lama tersebut. Sebuah strategi baru diluncurkan. Komisi Independen Melawan Korupsi  yang dinamakan ICAC (Independent Commision Against Corruption), dan Kantor Anti Korupsi dalam kepolisian (Anti-Corruption Office, sebelumnya ACB) dibubarkan. ICAC memilki kekuasaan besar dan independen dari departemen manapun termasuk kepolisian. Tapi hal yang tak kalah pentingnya adalah pencegahan dan partisipasi warga sangat ditekankan. Untuk mewujudkan misinya, ICAC memiliki tiga departemen, yaitu: Departemen Opersi, Departemen Pencegahan Korupsi, dan Departemen Hubungan Masyarakat.

Terobosan ini hasilnya sungguh mengagumkan, korupsi sistematis dalam tubuh kepolisian mulai terkikis. Warga dan pejabat Hongkong tiba-tiba menabukan korupsi hingga frekuensinya merosot tajam. Banyak pejabat penting digiring ke meja hijau setelah sebelumnya ICAC berhasil meng-ekstradisi mantan komisaris jenderal polisi yang lari ke Inggris. Pesimisme publik mulai tergerus, keyakinan publik semakin tampak, hukum benar-benar telah ditegakkan. Persamaan di depan hukum bukan retorika kosong.

Berkat keteladanan pemimpinnya, ICAC berhasil mengikis budaya korupsi di Hongkong. Uang negara berhasil diselamatkan, perbaikan layanan pablik dan partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi pun menaik tajam. Last but not least, apa yang dilakukan ICAC lewat Departemen Pencegahan Korupsi merupakan “suatu konsep yang sepenuhnya baru dalam administrasi pemerintahan.” Tiga pendekatan penegakan hukum yang tegas, sistem dan praktek yang baik serta dukungan publik merupakan modal penting dalam memberantas korupsi.

Ketiga hal itu pula yang berlaku di Cina. Konsistensi dan keteladanan dibuktikan dalalm pernyataan Perdana Menteri Cina Zhu Rongji saat dilantik  pada Maret  1998’  dia mengatakan, “Saya menyiapkan 100 peti mati; 99 untuk para koruptor dan 1 untuk saya, jika saya terbukti melakukan hal serupa.”  Berbagai perangkat pemberantasan korupsi tersebut sejatinya dimiliki Indonesia. Namun hasil yang dicapai masih jauh dari asa publik. Seperti kemungkinan lain, dengan nada pesimis dapat diungkapkan bahwa korupsi mungkin tidak pernah benar-benar lenyap dari bumi. Namun Hongkong (sebelum beralih ke RRC) dan juga Cina telah berhasil membuktikan, tindak korupsi bisa diturunkan kadar dan frekuensinya, dan nafsu mengeruk uang negara secara illegal berhasil ditekan drastis. Kuncinya adalah tinggalkan cara-cara lama dan biasa, tempuh jalan baru yang luar biasa. Masyarakat sangat berharap kepada Pimpinan KPK yang baru nanti, yang diketuai oleh Abraham Samad, dapat melakukan terobosan secara proporsional dan professional, serta  tidak pandang bulu demi memberantas korupsi di Indonesia. **

* Penulis, Dosen STAIN Pontianak.

No comments:

Post a Comment