Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, December 18, 2011

Rekonstruksi Pendidikan Guru Indonesia

Oleh: Aswandi

PADA, 14-16 Desember 2011 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta untuk kali pertama diselenggarakan “Teacher Education Summit”, mengusung sebuah tema  “Merekonstruksi Pendidikan Guru Indonesia”. Tema besar tersebut dijabarkan menjadi beberapa topik, yakni; (1) Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tentang KKNI dan Arah kurikulum pendidikan tinggi; (2) Kurikulum berbasis kompetensi untuk pendidikan tinggi; (3) Pengembangan program dan penyelenggaraan pendidikan profesional guru; (4) Rekonstruksi kurikulum LPTK; (5) Kebijakan pembinaan dan pengembangan guru; (6) peran LPTK dalam konteks penyediaan guru di masa depan; (7) Sistem rekrutmen calon pendidik professional; dan (8) sistem pembelajaran inovatif di LPTK.

Nasa sumber sesuai topik-topik tersebut terdiri dari; (1) Muhammad Nuh selaku Mendikbud; (2) Joko Santoso selaku Dirjen Dikti; (3) Syawal Gulton selaku Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan; (4) Supriadi Rustad selaku Direktur Ketenagaan Dirjen Dikti; (5) Rachmat Wahab selaku Rektor UNY; (6) Sunaryo Kartadinata selaku Rektor UPI; (7) Illah Sailah selaku Direktur Pembelajaaran dan Pembinaan Kemahasiswaan; dan (8) Anna Suhaenah Soeparno selaku Tim Pengembang PPG.
Acara konferensi tingkat tinggi pendidikan guru Indonesia pertama kali ini diikuti oleh berbagai unsur, yakni; Rektor dan Pembantu Rektor I Universitas Eks IKIP, Dekan Fakultas Eks IKIP, Dekan dan Pembantu Dekan I FKIP Universitas Negeri, Dekan perwakilan FKIP Swasta, Tim Pendidikan Profesi Guru, DBE, HYLITE dan USAID, Lembaga Internasional seperti JICA, AUSAID, Uni Eropa, UNESCO, dan Asia Foundation, dan pakar pendidikan seperti Paulina Pannen dan Akhmad Mukhaddis.

Dalam sambutan selaku ketua penyelenggara, Prof. Dr. Supriadi Rustad mengatakan, “Harus ada terobosan atau perubahan demi masa depan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), tidak bisa lagi dengan cara sepertri sekarang ini dalam menyelenggarakan pendidikan guru Indonesia, dan diperlukan rekonsruksi.
Keinginan merekonstruksi pendidikan guru Indonesia mendapat sambutan dari pemerintah dan stakeholder lainnya. Muhammad Nuh dalam arahannya menjelaskan berbagai alasan yang mendasari pentingnya negeri ini merekonstruksi pendidikan guru Indonesia untuk keberlanjutan pembangunan di masa depan.

Diceritakannya, kurun waktu tahun 2010-2040, bangsa Indonesia dianugerahi nikmat oleh Allah Swt berupa “Bonus Demografi”, yakni dalam rurun waktu 30 tahun tersebut warga negara di republik ini berada pada usia produktif. Di tahun sebelumnya dan diperkirakan 1. 000 tahun yang akan datang belum tentu bangsa ini memperoleh anugerah berupa “Bonus Demokrafi”, seperti saat ini. Jika bangsa ini ingin tetap eksis sebagai sebuah bangsa dan menjadi bangsa yang pembengunan berkelanjutan, maka wajib baginya untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) produktif tersebut, Jika tidak, maka bangsa ini tidak akan dijamin keberadaan dan keberlangsungannya di masa akan datang.

Allah SWT memberi bonus demografi tersebut harus disyukuri sesuai maksud diberikannya bonus tersebut sehingga pada tahun 2045 nanti, di saat bangsa Indonesia genap berusia 100 tahun atau satu abad, bangsa ini mampu memberikan “Kado Ulang Tahun Satu Abad sebagai Sebuah Bangsa Maju Berdaya Saing Tinggi”.
Kemajuan sebuah bangsa selalu diawali dari kemajuan pendidikannya. Dengan perkataan lain tidak ada di dunia ini kemajuan banga yang tidak dimulai dari kemajuan dan mutu pendidikannya. Oleh karena itu para pakar sependapat bahwa “Pendidikan adalah Pintu masuk Kemajuan Sebuah bangsa”. Bicara pendidikan tidak terlepat dari ketersediaan guru yang berkualitas, professional dan berkarakter.

Sebuah studi di tahun 2007 yang lalu mengenai prestasi belajar pada dua kelompok peserta didik yang memiliki kesamaan karakteristik, diajar oleh guru dengan kualitas keprofesionalannya yang berbeda. Diketahui setelah 3 (tiga) tahun diajar oleh guru yang berbeda, terdapat perbedaan prestasi belajar peserta didik sebesar 56%. Murid yang diajar oleh guru professional prestasi akademik dan kepribadiannya lebih baik 56% dari pada peserta didik yang diajar oleh guru yang tidak professional. Diperparah lagi, jika diteruskan praktek pendidikan dan pembelajaran tersebut, dampak merusaknya bertambah besar (menurut deret ukur), demikian sebaliknya.

Mempertimbangkan pentingnya peran guru, maka semua komponen masyarakat yang hadir dalam teacher education summit tersebut menyampaikan sebuah deklarasi yang terdiri dari 9 (embilan) point, yakni; (1) Perlu standardisasi lembaga dan pengelolaan pendidikan tenaga kependidikan yang didukung oleh ketenagaan, sarana dan prasarana, teaching school, serta pembiayaan yang memadai; (2) Perlu penataan dan pengembangan sistem rekrutmen dan seleksi mahasiswa calon guru yang menjamin perolehan calon-calon yang benar-benar potensial menjadi guru bermutu, profesional, dan berkarakter; (3) Perlu diselenggarakan model pendidikan calon guru berasrama yang berikatan dinas untuk mengokohkan pembangunan jatidiri dan karakter keguruan; (4) Perlu penataan ulang program dan kurikulum pendidikan guru sehingga pendidikan akademik dan pendidikan profesi benar-benar merupakan satu keutuhan untuk membentuk guru yang bermutu, profesional, dan berkarakter; (5)  Perlu standardisasi mutu penyelenggaraan pendidikan guru yang ditandai dengan adanya kultur akademik yang memberdayakan; (6) Perlu dikembangkan model penentuan beban kerja guru yang lebih proporsional sehingga memungkinkan para guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri secara professional; (7) Perlu penataan manajemen ketenagaan guru yang dikendalikan secara nasional; (8) Perlu dibentuk Dewan Guru Nasional yang berfungsi sebagai pengawal mutu guru dan pendidikannya, dan (9) Pembelajaran inovatif di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Memperhatikan fenomena tersebut di atas, maka LPTK harus berani melakukan perubahan, mulai penataan sistem kelembagaan yang paling dasar, yakni memperkuat posisi jurusan dan program studi karena kekuatan sebuah LPTK sangat ditentukan dari kekuatan jurusan dan program studinya.

Penulis amati dan rasakan dari sekian kali mengikuti kegiatan mengusung tema keguruan, baik yang berskala local, nasional, regional, dan bahkan internasional, baru kali penulis menyaksikan seluruh stakeholder dunia keguruan mengikuti acara demi acara secara serius sehingga pada saat acara tersebut ditutup masih banyak diantara peserta yang tidak beranjak dari tempat duduknya, seakan-akan tidak ingin konferensi tingkat tinggi tentang guru ini segera di akhiri. Ketua mengatakan selamat jalan dan semoga kita dapat bertemu lagi setahun yang akan datang di Kota Yogyakarta.(Penulis, Dosen FKIP Untan).

No comments:

Post a Comment