Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, January 29, 2012

Anugerah Kesehatan

Oleh : Saiman, S.S.

KITAB Majjima Nikaya yang merupakan bagian dari Kitab Tri Pitaka menyebutkan bahwa, “sehat adalah anugerah tertinggi, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi” Kemudian apa yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Kemudian Buddha melengkapinya dengan pernyataan sebagai berikut.”  Jalan Utama berunsur 8 yang menghantarkan kearah kekekalan” Jalan utama itu adalah: Pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, mata pencaharian,  daya upaya, perhatian, dan samadi atau konsentrasi yang benar. (Majjima Nikaya, 75)

Sesuai dengan Jalan Utama ini, dapat kita ikuti uraian terinci dalam Kitab Vinaya tentang kasus-kasus yang terjadi dan cara penanganannya di lingkungan perkumpulan para murid Buddha. Pengobatan memakai bahan-bahan nabati, mineral, sampai pada tindakan bedah.  Sekelompok bahan obat yang termasuk Pancabhesajjani, sebenarnya merupakan makanan bernilai gizi tinggi. Penyembuhan mungkin didukung oleh bacaan yang kini kita kenal dengan Parita, mantra, atau sutra. Isinya adalah nasihat dan sabda-sabda Buddha, ditambah dengan latihan disiplin dan meditasi. Praktik penyembuhan seperti ini mengacu pada konsep sehat lahir dan batin secara rasional.

Nasihat Buddha selanjutnya adalah sebagai berikut : “Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu  juga menjadi sakit. Demikian juga engkau hendaknya melatih dirimu sendiri.” (Samnyutta Nikaya, XXII,1:1)
Jasmani dan rohani saling memmpengaruhi. Gangguan pada jasmani biasanya akan diikuti gangguan pada rohani, demikian sebaliknya, namun pikiran adalah komandan. “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin dari segala sesuatu, dan pembentuk dari segala sesuatu, bilamana seseorang berpikir dengan pikiran yang tidak baik maka hasilnya adalah suatu penderitaan bagaikan roda pedati yang selalu mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya, dan jikalau seseorang berpikir dengan pikiran yang baik maka hasilnya kebahagiaan  bagaikan bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkan bendanya.” (Dhammapada, 1 dan 2)
Menahan sakit tidak berarti mengobati.  Tubuh yang terkena penyakit  yang rapuh atau terganggu fungsinya memerlukan pengobatan agar menjadi sembuh, itulah yang biasanya dikerjakan orah para  tabib atau dokter.  Berkenaan dengan orang  sakit,  Buddha mengelompokan-Nya menjadi 3 golongan yaitu : 1)  Orang yang tertap sakit, terlepas dari hal mendapatkan atau tidak mendapatkan diet, obat, atau perawatan yang tepat; 2)  Orang yang akan sembuh pada waktunya walau tidak mendapatkan diet, obat, maupun perawatan; 3) Orang  yang akan menjadi sembuh apabila ia mendapatkan diet, obat, dan perawatan yang tepat, tetapi tidak akan sembuh apabila mendapatkan diet, obat, dan perawatan yang salah.” (Anguttara Nikaya III, 3:22)
Bagaimana  seseorang  mencari pengobatan  yang dipengaruhi oleh konsepnya  tentang sakit. Penyakit fisik ditandai oleh suatu gejala atau perubahan fungsi tubuh yang sifatnya obyektif. Namun tidak semua orang yang terkena penyakit merasakan sebagai sakit. Golongan seperti ini biasanya menjalankan aktifitasnya sehari-hari seperti orang sehat, dan tidak memeriksakan diri atau berobat sehingga sampailah sakitnya parah dan tidah mampu lagi untuk bekerja.
Dalam kontek penyakit fisik akan mudah diukur  dan diketahui secara kasad mata, namun yang dinamakan penyakit mental akan sulit untuk dapat diketahui , hanya dapat dirasakan dengan perasaan yang peka. Misalnya orang yang iri hati, kikir, dan dengki. Orang yang terkena penyakit seperti ini tidak nampak, namun sebenarnya penyakit inilah yang paling berbahaya.
Orang yang bertekad untuk mengikuti ajaran Buddha dan mempraktekan agama seharusnya mampu mengikis panyakit mental seperti itu, karena tahu akan akibat buruk yang muncul. Dalam pandangan Buddha disebut hukum sebab akibat yang tidak  bisa ditawar lagi.
Sehat maupun sakit, merupakan proses dari perjalanan hidup manusia. Dua kondisi dalam kehidupan manusia  yaitu sehat, dan sakit. Bagi mereka yang mendapatkan anugerah kesehatan  seharusnya merasa lebih bersyukur bukan takabur, dan yang sedang mengalami sakit harus berusaha dan berdoa menjalankan kebajikan agar pennyakit tersebut cepat disembuhkan.
Kebanyakan orang tidak suka menghadapi kenyataan hidup sebagaimana adanya dan lebih suka menidurkan dirinya dalam sensasi palsu. Dan kebanyakan orang juga gagal memahami bahwa  kehidupan itu tidak pasti, tetapi kematian itu pasti.  Salah satu cara  yang dianjurkan oleh Buddha dalam memahami hidup adalah dengan menghadapi dan memahami kematian yang tidak lebih dari akhir yang sementara menuju keberadaan yang sementara. 
Akan tetapi  banyak orang  yang tidak menyukai mendengar kata kematian. Agama adalah wujud dari perjuangan manusia, yang menuntunya menuju penyadaran diri secara sehat baik jamaninya maupun rohaninya. Agama memiliki kekuatan untuk mengubah seseorang yang berperange negatif menjadi positif. Ini merupakan perwujudan dari penganutan suatu agama.
Apa yang lebih penting dari suatu agama adalah mempraktekan ajaran. Bagaiman ia dapat berlatih untuk mempraktekan ajaran agama dalam kehidupan yang sedang dihadapi. Namun banyak orang yang salah menafsirkan,  ia lebih bangga dengan pengetahuan agama yang ia miliki.
Konsep ini diibaratkan seperti penggembala sapi yang hanya dapat menghitung sapi yang digembalakan oleh orang lain, ia tidak akan memperoleh manfaat kehidupan suci, Demikian disabdakan Oleh Buddha. (*)

No comments:

Post a Comment