Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, January 25, 2012

Bekerja dengan Hati

Oleh: Santriadi Rizani 

Suatu ketika seorang sahabat bercerita sekaligus mengeluhkan sebagian pegawai di kantor tempat ia bekerja yang sering datang tidak tepat waktu dan bahkan pulang sering lebih awal dari waktu yang telah ditentukan oleh instansi itu. Rata-rata masuk kantor pukul 08.00 – 15.00. Namun sebagian besar rekan kerja sahabat saya jam ngantor-nya di atas pukul 9 dan pulang sebelum pukul 15.00.

Sungguh –maaf– contoh pegawai yang tidak patut ditiru. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dikerjakan di kantor jika datang ke kantor di atas pukul 9 dan pulang sebelum pukul 15.00? Apakah tidak ada pekerjaan yang dikerjakan di kantor? Lalu bagaimana jika ada orang yang ingin berurusan dengan pegawai itu?
Sering terjadi orang yang ingin berurusan dengan pegawai tersebut harus ditelpon via handphone terlebih dahulu. Itupun jawabannya ‘saya masih di rumah, sebentar lagi saya ke kantor’. Dan yang lebih parahnya adalah jawaban ‘saya hari ini tidak ke kantor’ dengan alasan yang tidak jelas.
Fenomena seperti inilah yang sangat disayangkan oleh sahabat saya. Mengapa? Karena gaji yang diterima sama, pegawai yang rajin dan malas menerima gaji yang sama dengan jam kerja yang berbeda. Sahabat saya bilang orang yang bekerja tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan adalah orang yang bekerja tidak dengan hati. Namun, sahabat saya mengatakan tidak semua pegawai di kantornya seperti itu. Bahkan ada beberapa pegawai yang datang sebelum jam kantor dan pulang setelah pegawai lain sudah pada pulang alias kerja lembur. Sahabat saya mengatakan pegawai seperti inilah yang patut dicontoh, karena biasanya apabila kerjanya sudah beres tapi ia tetap pulang sesuai jam kerja kantor. Sahabat saya juga bilang, inilah contoh orang yang bekerja dengan hati.
Bekerja merupakan sebuah aktifitas manusia yang dilakukan sehari-hari. Dengan bekerja seseorang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan bekerja pula kelangsungan hidup manusia bisa terjadi. Namun, kebanyakan orang yang bekerja tidak dengan hatinya. Bukankah akan menimbulkan kecemburuan sosial antarpegawai dan antarinstansi apabila ada pegawai yang rajin dengan yang malas? Penulis yakin dan percaya pembaca juga akan mengatakan hal yang serupa.
Setelah mendengar cerita dari sahabat, saya berasumsi dan mengambil kesimpulan barangkali inilah alasan pemerintah melakukan moratorium penerimaan CPNS, khususnya bidang teknisi alias pegawai yang bekerja di kantor, badan, dinas dan sejenisnya. Secara pribadi, saya juga sepakat dengan keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat dengan melakukan moratorium karena buang-buang uang Negara saja alias mubazir atau pemborosan. Ingat, perbuatan boros adalah kawan syaitan dan syaitan sangat ingkar kepada Allah SWT. Syaitan juga adalah musuh yang nyata bagi manusia sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Israa’: 27). Di ayat lain Allah SWT berfirman: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yaasin: 60)
Dengan demikian, pekerjaan yang dikerjakan dengan (sepenuh) hati niscaya akan berakibat hasil yang maksimal dan optimal. Namun sebaliknya, suatu pekerjaan yang dilakukan tidak dengan hati, maka hasilnya pun tidak akan maksimal bahkan kepercayaan masyarakat akan menurun sehingga muncul mosi tidak percaya atau bahkan kecurigaan kepada abdi Negara yang pada gilirannya wibawa pegawai seperti itu rendah di mata masyarakat. Tulisan ini tidak bermaksud apa-apa melainkan secuil masalah yang dihadapi negeri ini. Tentu dengan tujuan baik dengan tidak memvonis orang per orang atau institusi tertentu dengan harapan ada perubahan dan perbaikan sekaligus sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi bagi kita semua, dan itulah harapan kita di tahun baru 2012 ini.

Keluhan yang diceritakan di atas adalah salah satu bentuk korupsi, yaitu korupsi waktu. Selama ini korupsi identik dengan uang, karena terkait dengan memakan harta haram yang bukan haknya. Ahmad Sarwat, Lc. mengatakan korupsi waktu juga haram, meski tidak terkait secara langsung dengan mengambil harta milik orang lain. Korupsi waktu terjadi karena bobroknya sistem birokrasi di negeri kita ini. Sehingga begitu banyak PNS yang sesungguhnya (maaf) makan 'gaji buta', akibat tidak adanya pekerjaan dan korupsi hukumnya haram. Tidak mengerjakan tugas tepat sesuai dengan jadwal dengan cara disengaja, apalagi karena berharap akan mendapatkan ‘uang pelicin’ di luar biaya resmi adalah dosa. Modus seperti ini nyaris mirip dengan pembegalan di siang hari bolong. Sedangkan meninggalkan tugas bukan karena malas, hukumnya juga haram karena melanggar perjanjian di awal yang telah disepakati berupa peraturan. Wallahu a’lam.
*) Penulis, Guru pada Madrasah ‘Aliyah GERPEMI Tebas dan SMP Negeri 8 Tebas, Kabupaten Sambas.

No comments:

Post a Comment