Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, January 10, 2012

Integritas dan Kisah “Ken Arok Abad - 21”

Oleh Djoko Juniwarto
ADA tiga hal yang selalu menjadi tujuan bagi seseorang di dunia ini, yaitu “3 TA” yang terdiri dari TAHTA (Baca: Kedudukan/Jabatan), HARTA (Baca: Uang)  dan  WANITA (baca: Perhiasan), yang pertama harus diperjuangkan tentulah Tahta, kalau Tahta sudah didapat, Harta dan wanita tinggal persoalan waktu saja. Itulah jurus yang diamalkan oleh Ken Arok yang bergelar Sri Radjasa Amurwhabumi Raja Singasari  di abad ke 12 yang tentunya masih relevan dengan kondisi saat ini.

Menurut kitab Pararaton dan Negarakertagama (kitab sejarah Raja-raja Singhasari dan Majapahit), awal cerita dimulai ketika seorang gembong pencuri menemukan seorang bayi  yang bersinar di tengah malam buta disuatu perkuburan. Bayi itu kemudian diberi nama Ken Arok. Karena diangkat anak oleh Gembong pencuri, pemuda Arok tumbuh menjadi pencuri yang luar biasa lihainya. Sayang karirnya sebagai pencuri cepat berakhir seriring dengan matinya sang gembong pencuri. Sepeninggal bapak angkatnya dia diasuh oleh seorang pendeta, sejak saat itu dia berhenti menyamun dan berubah profesi menjadi abdi seorang Akuwu (Bupati) di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Alkisah setelah mengabdi bertahun tahun Ken Arok menjadi orang kepercayaan Tunggul Ametung. Semua masalah ditanganinya  dan semua persoalan beres ditangannya. Ketika dia mulai merasakan nikmatnya jabatan sebagai abdi Akuwu dan rasa kegumnya dengan Ken Dedes istri majikannya, munculah ambisinya menjadi seorang Akuwu.
Sebagai seorang orang kepercayaan, dia tahu persis majikannya orang sakti yang tak mudah untuk dikalahkan. Untuk itu dia memesan keris sakti kepada Empu Gandring untuk membunuh sang majikan. Terbayang nikmatnya menjadi Akuwu dan kemolekan Ken Dedes, Ken Arok hilang kesabaran. Dia merampas keris sakti yang belum jadi dengan sempurna, dia bunuh Empu Gandring yang penuh loyalitas membantunya. Akhirnya dengan berkolusi dengan Ken Dedes tamatlah riwayat Tunggul Ametung di tangan Ken Arok.

Ibarat kata pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, dengan tewasnya sang majikan jadilah dia seorang Akuwu sekaligus mempersunting sang janda idaman hati mantan majikannya. Tidak puas manjadi seorang Akuwu, Ken Arok ingin menjadi penguasa di Jawa. Kesempatan itu datang ketika terjadi peperangan antara Kediri dan Tumapel, Ken Arok memancing di air keruh dengan memprovokasi kedua belah pihak.

 Akhirnya Kediri kalah dalam peperangan tersebut dan Raja Tumapel terbunuh. Dengan kondisi demikian Ken Arok cepat mengambil alih tampuk kepemimpinan dan dengan sedikit sentuhan politik  digabungkannya kedua kerajaan tersebut lalu merubah namanya menjadi Singhasari dengan Ken Arok sebagai raja pertamanya.

Sejarah mencatat Kepemimpinan Ken Arok tidak berlangsung lama. Pada tahun 1227 dia dibunuh oleh Anusapati anak tirinya (anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung). Pada tahun 1248 giliran Anusapati dibunuh oleh Tohjaya anak Ken Arok. Hanya beberapa bulan saja Tohjaya memerintah, dia dibunuh oleh Rangga Wuni dan Mahisa Cempaka (cucu dari Arok dan Ken Dedes).  Konon semua pembunuhan yang terjadi menggunakan keris sakti yang ditempa oleh Empu Gandring yang direbut Ken Arok ketika belum jadi dengan sempurna.

Pembelajaran Sejarah
Ada beberapa pembelajaran yang dapat kita petik dari catatan sejarah abad ke- 12 tersebut. Pertama; Ketika Ken Arok diangkat Gembong pencuri dia tumbuh menjadi pencuri yang sakti, ditangan seorang pendeta dia berhenti mencuri dan manjadi abdi Akuwu  (Role Model).Kedua; Ketika dia menjadi seorang abdi rendahan tentunya Ken Arok punya integritas (baca : Kejujuran, Komitmen dan Konsistensi) yang tinggi, oleh sebab itu dia berhasil menjadi orang kepercayaan Tunggul Ametung, tanpa integritas tentu dia tidak terpilih  menjadi tangan kanan sang Akuwu. Namun ketika dia telah menjadi orang kepercayaan dengan segala kewenangan yang ada, integritasnya mulai diuji oleh TAHTA, HARTA dan WANITA, dan dia mulai tidak konsisten lagi dengan komitmen dan kejujurannya.

Ketiga; Kehilangan integritas Ken Arok tidak mampu lagi mengendalikan segala keinginannya, dia ingin serba “instans”  dan mulailah menempuh jalan pintas dengan menabur angin yang tentunya akan menuai badai dengan membunuh Empu Gandring yang menurutnya terlalu lama menempa sebuah keris  sakti.   
Keempat; Ken Arok memang berhasil secara instant meraih segala keinginannya, namun semua itu harus dibayar dengan harga yang tidak tanggung-tanggung, dia harus kehilangan Empu Gandring yang konon adalah guru dan sahabatnya, dia harus tega membunuh  Tunggul Ametung yang nota bene adalah majikan yang mengengkat harkat dan martabatnya sebagai manusia, dan terakhir dia juga harus merelakan anak cucunya saling bunuh akibat “kutukan” sang keris sakti.

Sejarah akan berulang, demikian kata orang bijak. Lihatlah kondisi bangsa ini yang tak kunjung reda dengan cerita cerita duka dan nista. Berapa banyak Ken Arok - Ken Arok abad 21 yang harus mengakhiri karirnya di balik terali besi, ada yang profesor, jenderal bahkan kyai. Padahal kita adalah bangsa yang agamis dan merupakan satu satunya negara yang punya Kementrian Agama, seharusnya layak kita menyandang gelar sebagai bangsa yang mempunyai integritas tertinggi di dunia. Namun kenyataannya sangatlah memperihatinkan, hampir disemua aspek kehidupan kita dihadapkan dengan masalah. Kalau kita meminjam syair lagu Ebiet G Ade bukan saja Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, barangkali Sang Khalik mulai “gemes dan jengkel” melihat bangsa ini. Bayangkan saja, sudah diberi hutan dan kekayaan alam yang melimpah malah menjadi masalah, ya masalah dana reboisasilah, masalah ilegal mininglah,penimbunan/penyelundupan BBM lah dan lain sebagainya.

Di negara ini hampir semua ciptaanNYA seolah olah tidak berguna. Nyamuk jadi masalah demam berdarah dan cikungunnya, ayam menjadi masalah flu burung, kambing dan sapi jadi masalah antrax, anjing dan monyet jadi masalah rabies, dibelahan bumi yang lain hujan menjadi anugrah, ditempat kita menjadi bencana banjir dan longsor. Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Stephen R Covey dalam Seven Habbitnya, itu semua bisa terjadi karena banyaknya manusia berjiwa kerdil, berintelek kurus, bermental kropos dan berkesadaran rendah yang menghuni negeri ini. Mereka pada umumnya mau bahagia tapi gemar mengeluh, mau dipercaya tapi tak sanggup menjaga amanah, mau berkilau tapi tak tahan dikritik, mau menabung tapi gemar hidup boros, mau pintar tapi malas belajar.

Dari uraian di atas sepantasnyalah di tahun 2012 ini kita canangkan year of Integrity  bagi Kalimantan Barat di saat akan mulai digelarnya pesta demokrasi di provinsi ini sebagaimana yang telah dimulai oleh Walikota Kota Pontianak  dengan pakta integritasnya. Kita sebagai warga Kalbar tentunya tidak ingin apa yang telah dianugrahkan Tuhan menjadi masalah. Kita tentunya tidak ingin sang pencipta menjadi “Gemes dan jengkel  lalu menurunkan azab, cobaan ujian entah apalah namanya yang sebenarnya langsung maupun tidak diakibatkan oleh keserakahan kita sebagai manusia.

Dengan melihat masalah demi masalah yang mendera bangsa ini, kita harus jujur mengakui bahwa satu satunya cara mengatasinya adalah dengan terus menerus memperkuat integritas (baca:kejujuran, Komitman dan Konsistensi). Memang harus diakui pula bahwa nilai-nilai integritas ini merupakan nilai yang paling strategis dan paling sulit diimplementasikan. Masalahnya integritas terletak pada masing-masing pribadi yang sulit mengukurnya namun terasa dampaknya. Dan satu hal lagi, integritas haruslah dilakukan secara bersama-sama, kalau hanya segelintir orang yang melakukannya maka yang terjadi sistuasi dimana “Kyai berada disarang penyamun”, padahal dengan integritas kita berharap sang penyamunlah yang berada di sarang Kyai, sehingga mereka tersadar dan kembali ke jalan yang benar.
Akhir kata, kita tak ingin jadi Ken Arok Abad-21, menghalalkan segala cara dan mencari jalan pintas, mengorbankan integritas dengan harga terlalu mahal yang akan dipikul oleh anak cucu kita kelak.

(Penulis adalah Analis Muda Senior  Bank Indonesia Pontianak)

No comments:

Post a Comment