Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, January 15, 2012

Makna Upacara Melukat

Oleh IB.Heri J

Adbhir gatrani suddhyanti manah satyena suddhyanti, Vidyatapobhyam buddhir jnanena suddhyantir (Manawadharmasastra.V.109). Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.

KONSEP ajaran Hindu tentang menjaga kebersihan dan kesucian diri banyak tercantum dalam kitab-kitab Sruti dan Smerti maupun naskah-naskah rontal peninggalan nenek moyang. Dalam tulisan ini dibatasi menjaga kebersihan dan kesucian diri dengan menggunakan sarana air yang lebih dikenal dengan istilah ”melukat”. Melukat merupakan bagian dari pelaksanaan Manusa Yajna yaitu suatu upacara keagamaan untuk meningkatkan kualitas diri dalam rangka pendekatan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pelaksanaan upacara melukat bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan diri pribadi secara lahir batin yang disebabkan oleh malapetaka atau musibah yang diperoleh akibat dari perbuatan terdahulu maupun dari perbuatan selama hidupnya sekarang. Upacara melukat dapat dilaksanakan berkali-kali sesuai dengan situasi dan keperluan. Mengingat kebersihan dan kesucian diri pribadi merupakan satu syarat terpenting dalam upaya mendekatkan diri dengan  Tuhan Yang Maha Suci.

Kata ” melukat” dalam Kamus Jawa Kuna Indonesia artinya melepaskan, membebaskan. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Bali, Bali - Indonesia, Indonesia – Bali, kata lukat, melukat  artinya membersihkan kekotoran batin. Jadi upacara melukat adalah suatu upaya untuk melepaskan, mengurangi kekotoran batin dengan harapan kondisi kejiwaan seseorang menjadi harmonis, seimbang dan pada akhirnya memperoleh kedamaian dan kebahagiaan lahir batin. Walaupun dikatakan melukat dapat dilaksanakan berkali-kali, tetapi tidak akan mempunyai makna spiritual apabila dalam kesehariannya tidak disertai dengan  perubahan pola prilaku. Apabila diperhatikan kutipan sloka di atas bahwa pembersihan tubuh secara lahir (sekala) menggunakan air biasa. Sedangkan untuk penyuciannya juga menggunakan air yang telah disucikan yang disebut ” Tirtha Pelukatan”. Proses mendapatkan air suci yang disebut ”Tirtha Pelukatan” ini dengan cara dibuat oleh Pandita (Sulinggih), melalui doa, puja dan mantra dan dapat juga diperoleh dengan cara memohon kepada TuhanYang Maha Esa oleh Pinandita (Pemangku) yang berwenang untuk itu. Setelah Tirtha Pelukatan diperoleh, selanjutnya pemimpin upacara (Pandita, Pinandita), memerciki Tirtha Suci Pelukatan tersebut kepada seseorang ataupun umat.
Upacara  melukat yang biasa dilaksanakan oleh umat Hindu adalah sebelum sembahyang di pura dan ada lagi yang disebut; Melukat Geni Ngelayang, adalah membersihkan dan menyucikan seseorang yang sedang ditimpa penyakit, biasanya penyakit yang diderita adalah penyakit non medis. Tirtha Pelukatan  dimohonkan oleh seorang Balian atau Dukun dan  Melukat Gomana adalah membersihkan dan menyucikan seseorang karena pengaruh buruk hari kelahiran yang lebih dikenal dengan Panebusan Oton, seperti kelahiran wuku wayang. Untuk keselamatan bayi yang lahir pada wuku wayang, biasanya dilaksanakan pagelaran wayang yang disebut dengan Wayang Sapuh Leger. Latar belakangnya diawali dengan Bhatara Siwa mempunyai Putra Bhatara Kala dan Sang Rare Kumara. Konon keduanya lahir pada wuku wayang. Inilah cikal bakal puncak kemarahan Bhatara Kala dan untuk memohon kepada ayahnya agar Sang Rare Kumara dibunuh dan dimakannya. Bhatara Siwa tidak mengizinkan dan memberi nasehat, tetapi Bhatara Kala tetap pada pendiriannya. Sang Rare Kumara sangat sedih, namun sang ayah tetap akan melindunginya serta menjadikan Sang Rare Kumara tetap menjadi seorang anak kecil. Namun demikian watak raksasa, tetap watak raksasa tidak pernah dapat mendengar nasehat baik. Sang Rare Kumara terus dikejar untuk dibunuh dan disantap. Tersebutlah Ki Mangku Dalang melaksanakan pementasan wayang kulit, pada saat itu pula datang Sang Rare Kumara dipangkuan Ki Mangku Dalang disertai isak tangis. Mangku Dalang bertanya, siapa anda dan mau kemana? Kumara menjawab, saya Rare Kumara, saya mohon perlindungan Ki Mangku, saya dikejar-kejar oleh Bhatara Kala dan akan dimangsanya. Baiklah, duduk didekat saya, Ki dalang melanjutkan pementasannya. Bhatara Kala terus mengejar Kumara, Bhatara Kala mendengar sayup-sayup suara Ki Mangku Dalang, semakin dekat semakin jelas. Bhatara Kala tertegun menyaksikan pementasan wayang, dilihat di sebuah panggung ada beberapa sesajen, tanpa pikir panjang Bhatara Kala yang kelaparan langsung menyantap semua sesajen. Ki dalang mengampiri Bhatara Kala, mengapa Bhatara Kala memakan sesajen hamba, Bhatara Kala menjawab, saya lapar. Ki dalang minta ganti, tapi Bhatara Kala tidak dapat menggantinya. Baiklah kalau demikian sebaiknya Bhatara Kala kembali ke kahyangan. Saat itu Bhatara Kala menyatakan utangnya kepada Ki dalang atas budi baiknya serta memberi restu kepada Ki dalang : ” Semoga Ki Mangku Dalang selalu berada dalam kesucian, dapat memberikan bimbingan yang benar terhadap manusia, boleh melukat (menyucikan orang-orang yang ditimpa malapetaka”. Sang Rare Kumara selamat dari sergapan Bhatara Kala dan kembali ke kahyangan. Demikian makna upacara melukat, intinya adalah memohon keselamatan, kebersihan dan kesucian diri secara lahir batin.**

No comments:

Post a Comment