Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, January 15, 2012

Membina Ritual Keagamaan

Oleh: Saiman SS

‘SARAN ca sarato natva asaran ca asarato, te saram adhigacchant sammasankappagocara” Arti :  Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana  ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di  kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, “Aku telah berbuat bajik,” dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.” (Dhammapada : 12)  Kegiatan ritual dalam kontek Buddha Dharma memmiliki pengertian yang luas. Yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Buddha Dharma  atau segala usaha yang dilakukan untuk membina kebajikan dalam upaya mencapai kebudhaan. Ritual keagamaan berhubungan dengan keyakinan terhadap suatu agama.
Dalam kontek Dharma, ritual keagamaan  dapat diartikan sebagai rasa bakti terhadap suatu ajaran dalam upaya membina diri kearah yang lebih baik. Para pengikut Buddha berkeyakinan bahwa jika  mengharapkan jalan mencapai ke-Buddha-an harus dimulai dengan menerapkan kelakuan dan budi pekerti yang luhur. Kita dianjurkan untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila/jinah, berkata-kata yang mengandung dusta atau bohong,  dan memakan atau meminum yang menyebabkan lemahnya kesadaran atau memabukan. Setiap pengikut Buddha yang telah menyempurnakan silanya akan membawa kesucian diri.
Tingkatan kesucian diri dalam pandangan Buddha adalah  terbebas dari kelahiran, sakit, usia tua, kematian,  serta penderitaan duniawi lainnya. Ini merupakan tujuan yang utama yang telah diajarkan oleh Buddha.
Setiap orang  ingin melepaskan diri dari kesulitan dan penderitaan. Tidak ada seorang pun yang ingin mengalami kesulitan dan  penderitaan, namun tanpa memiliki pengertian dan pikiran yang benar akan kehilangan arah dan justru  terprosok dalam penderitaan itu sendiri. Tidak sedikit orang yang bingung, bagaimana membebaskan diri dari kepaitan hidup yang di deritanya.
Ada yang meratap atau bermabuk–mabukan untuk melupakan  kesulitannya sesaat. Ketidak mampuan untuk menghadapi tantangan hidup membuatnya semakin jauh dari kebahagiaan. Orang yang buta mata batinya justru akan melakukan perbuatan yang memuaskan dirinya seketika, tetapi  menghasilkan penderitaan yang lama di kemudian hari. Hidup bukan sebagaimana yang kita pikirkan, tetapi sebagaimana yang kita hadapi. Menghadapi hidup merupakan realitas yang harus dilaksanakan dengan benar.
Terlalu sering kita  menerima apa yang kita hadapi dengan berpikir buruk tanpa berusaha menelaah lebih lanjut apakah cara pandang kita sudah benar, dan tidak juga mencari apa yang menjadi sebab permasalahan. Buddha mengajarkan bagaimana mengatasi permasalahan hidup dengan mengolah dan mengubah diri sendiri untuk menghadapi dunia luar.
Buddha melihat bahwa perubahan itu sebagai kebenaran yang harus dihadapi. Segala sesuatu di dunia akan melangalami perubahan (anicca). Mereka yang memiliki pandangan keliru akan hanyut terbawa oleh perubahan itu sendiri. Kebahagiaan seseorang tidak akan tercapai dengan cara pandang mengubah dunia luar tanpa menyempurnakan dirinya sendiri.
Mempercayai dan mempelajari Buddha Dharma serta melakukan kegiatan ritual sesuai dengan Buddha Dharma akan bermanfaat bagi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang selalu berusaha melatih diri dalam Buddha Dharma akan terbebas dalam perputaran roda  kelahiran dan kematian.
 Ini merupakan sikap yang diajarkan oleh Buddha. Sikap yang benar yang tidak bertentangan dengan hati nurani dan tidak berlawanan dengan nilai yang dianut atau hukum yang berlaku. Penerapan sikap juga dimuali dari tertib hukum dan tidak hanya untuk kebahagiaan diri sendiri, tetapi juga untuk kebahaiaan makhluk lain atau bahkan semua makhluk.
Buddha memberikan petunjuk agar dalam kehidupan ini tidak memberlakukan susuatu  yang belum diundangkan dan berbuat sesuatu dengan baik tidak melanggar hukum yang telah diundangkan. Menurut Buddha bahwa, barang siapa  yang tidak mengenal sapi, tidak mungkin akan menjadi penggembala yang baik. Bilamana tidak mengenal hukum moral, bagaimana seseorang akan melatih untuk pengendalian dirinya? 
Hal demikian telah dinyatakan  dalam kedudukannya vinaya sebagai hukum dan tata tertib moral bagi para siswa Buddha. Selanjutnya Buddha bersabda “ Ia yang selalu  menghormat dan menghargai orang yang lebih tua, kelak akan memperoleh empat hal yaitu: umur panjang, kecantikan atau ketampanan, kebahagiaan, dan kekuatan” (Dhammapada :109)
Hukum Karma Buddha menyatakan bahwa pelindung bukan dicari di luar dirinya, tetapi diri sendiri yang menjadi pelindung bagi dirinya, dan perlindungan tidak di idetifikasikan dalam bentuk apapun sebagaimana disabdakan oleh Buddha dalam Vajracchedika Prajna Paramita Sutra
“Barang siapa mengidentifikasikan aku dalam suatu bentuk yang terlihat, atau mencari-Ku dari bunyi-bunyi yang terdengar, orang tersebut berjalan pada jalur yang sesat dan tidak akan dapat melihat Tahtagata” (Vajracchedika Prajna Paramita Sutra, XXVI).

No comments:

Post a Comment