Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, January 4, 2012

Mengambil Hikmah dari Penurunan Ekonomi Dunia

Oleh : Ateng Hartono

Moment menutup tahun 2011 dan mengawali tahun 2012, saya mencatat beberapa point menarik dari sinyal pergerakan ekonomi dunia yang mungkin saja jika tidak diantisipasi akan berdampak terhadap pergerakan ekonomi Kalimantan Barat. Sinyal pertama datang dari Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick yang pada pertengahan September 2011 memperingatkan bahwa pasar dan ekonomi global kini memasuki “zona bahaya baru”. Negara di Eropa, Jepang dan AS tak hanya menghadapi penurunan ekonomi yang menimpa mereka sendiri, namun juga bertanggung jawab terhadap ekonomi global (VIVAnews, 15 September 2011).

Sinyal kedua, datang dari kasus ekonomi Jerman dan Itali yang cukup unik dan juga menarik dicermati.  Roland Döhrn dari Institut Riset Ekonomi Rheinisch-Westfälischen (RWI) menyatakan bahwa  citra yang dipancarkan perekonomian Jerman saat ini bisa dibilang cukup aneh. Pertumbuhan ekonomi mencapai 3 persen, nilai ekspor untuk pertama kalinya mencapai lebih dari 1 triliun Euro dan uniknya angka pengangguran berada di level terendah. Di sisi lain, warga Jerman dilanda ketidakpastian akibat krisis mata uang Euro dan kekhawatiran inflasi. Apa yang warga Jerman lakukan saat mengkhawatirkan nilai dan masa mata uang mereka di tahun 2012? Mereka belanja. Dampaknya, pertumbuhan konsumsi pribadi memberi kontribusi hingga setengah dari pertumbuhan ekonomi Jerman. Roland memperkirakan konsumsi pribadi akan mendorong 0,6 persen dari laju pertumbuhan ekonomi Jerman di tahun 2012.
Lain halnya dengan kondisi ekonomi Itali, yang langsung direspon oleh Komite Ekonomi Nasional (KEN)  bahwa kita khawatir terhadap munculnya dampak lebih besar dari penurunan peringkat surat utang Italia itu. Alasannya, jika pemerintah Italia tidak mampu membayar surat utangnya, dipastikan akan muncul kekacauan ekonomi dunia, bahkan sampai mengalami chaos. "Kalau Italia yang kena itu (gagal bayar), tidak ada satu negara pun termasuk Jerman dan Prancis yang kuat menanggung, berarti akan terjadi chaos yang luar biasa," kata Ketua KEN Chairul Tanjung, di kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu, 21 September 2011.

Beberapa sinyal ekonomi dunia tersebut, juga ditangkap Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia (ADB ). Dua lembaga internasional pun secara hampir bersamaan merevisi laju pertumbuhan ekonomi dunia. Jika IMF memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa, Bank Pembangunan Asia (ADB) menurunkan proyeksi serupa di kawasan Asia.Dalam laporan World Economic Outlook seperti dikutip dari Bloomberg (Selasa, 20 September 2011) disebutkan bahwa IMF menaksir ekonomi dunia hanya akan tumbuh empat persen pada 2011 dan 2012. Angka itu lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang dikeluarkan pada Juni 2011, masing-masing sebesar 4,3 persen untuk 2011 dan 4,5 persen pada 2012. Sedangkan ADB dalam laporan terbaru bertajuk Asia Development Outlook 2011 juga menurunkan proyeksi pertumbuhan  ekonomi Asia menjadi 7,5 persen dari sebelumnya 7,7 persen.

Memperkuat Basis Ekonomi
Belajar dari krisis ekonomi 1998 dan juga krisis keuangan Amerika-Eropa tahun 2008 sebagaimana diuraikan di atas yangdampaknya masih dirasa sampai saat ini, minimal dua hikmah yang dapat dipetik. Pertama suka atau tidak suka, siap atau tidak siap kita dihadapkan pada pergerakan mesin ekonomi dan arus informasi yang semakin mendunia atau meng-global. Kedua sektor riil dan moneter terlihat memiliki keterkaitan yang semakin erat. Menghadapi hal tersebut, penguatan basis ekonomi domestik serta upaya mengurangi ‘jeratan atau lilitan’ hutang luar negeri, menurut saya kedepannya tak dapat ditawar-tawar lagi. Walaupun utang luar negeri negara kita tidak termasuk dalam daftar 10 negara pengutang terbesar di dunia, tetapi hingga Agustus 2011 nilai utangnya masih cukup besar yaitu sekitar Rp. 1.744,34 trilyun atau US $ 203,35 milyar. Jika dibandingkan dengan PDB, maka rasio utang terhadap PDB sebesar 27,15 persen (lihat VIVAnews, 22 Sept 2011).

Cukup banyak  cara yang dapat dilakukan dalam rangka penguatan ekonomi domestik khususnya pada level regional Kalimantan Barat. Diantaranya perlu adanya expansi pasar dalam negeri dan luar negeri atau ekspor bagi komoditi atau produk potensi regional. Saya hanya fokus pada telaah pasar luar negeri, karena terkait dengan berapa alasan yang mendasarinya. Alasan pertama ekspor ke luar negeri memberi kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Kalimantan Barat yaitu sekitar 15,27 persen. Alasan kedua, krisis finansial global tahun 2008 ternyata berpengaruh besar terhadap penurunan pertumbuhan nilai ekspor propinsi ini. Berdasarkan data BPS,  nilai ekspor Kalimantan Barat tahun 2009 menurun hingga mencapai 40,28 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Padahal sejak 2006 sampai dengan tahun 2008 rata-rata nilai ekspor tumbuh tergolong tinggi hingga mencapai 28,67 persen.

Berdasarkan komoditinya, ternyata ekspor propinsi ini ditopang oleh tiga komoditi utama. Kondisi sampai dengan bulan Agustus 2011 sekitar 56,59 persen ekspor Kalbar berasal dari karet dan barang dari karet, sekitar 25,88 persen berasal dari kerak dan abu logam khususnya bauksit serta 11,99 persen berasal dari kayu dan barang dari kayu. Ketiga komoditi tersebut memberi andil sekitar 94,46 persen. Ilustrasinya, jika output atau permintaan terhadap salah satu komoditinya menurun tajam, maka ekspor akan menurun yang berarti pertumbuhan ekonomi akan melamban bahkan bisa terkontraksi. Permintaan terhadap produk utama ekspor propinsi ini sampai dengan Agustus 2011 terutama oleh Negara China sekitar  45,86 persen dari total nilai ekspor propinsi ini. Selain China, negara lain yang memberi kontribusi cukup besar terhadap ekspor Kalbar terutama Jepang (17,05 persen), Republik Korea (11,67 persen), India (5,33 persen) dan Singapura (2,59 persen).

Berdasarkan dua data tersebut, tercermin bahwa kedepannya perlu adanya upaya heterogenitas komoditi ekspor khususnya berbasis industri potensi yang memiliki daya saing, seperti hasil industri kelapa sawit, industri kelapa, industri perikanan dan hasil pertanian lainnya. Heterogenitas produk ekspor, harapannya juga akan berdampak pada perluasan negara tujuan khususnya di sebagian negara di benua Asia, negara-negara di Timur Tengah dan juga beberapa negara potensi di Afrika.Ini tentunya tidak semudah bagai membalikan telapak tangan, tetapi perlu proses. Saya yakin, tak ada hal yang mustahil jika kita benar-benar meyakini, bertindak dan terus melangkah tak kenal putus asa. Tentunya hal ini juga perlu ditopang perencanaan yang fokus dan terarah. **

*  Penulis, Kabid Neraca Wilayah dan Analisis BPS Kalimantan Barat.

No comments:

Post a Comment