Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, January 15, 2012

Pelatih Sepak Bola

Oleh Bratayana

TERSEBUTLAH seorang pelatih tim sepak bola yang sangat ambisius, dia sangat mementingkan kemenangan di atas segala-galanya bahkan sama sekali tidak memperhatikan aturan main yang ada. Diangan-angannya hanya ada kata menang, yang lain tidak perlu dipikirkan. Cara dia melatih timnya, sungguh tidak umum, para pemain hanya dilatih bagaimana memasukkan bola ke jaring lawan. Adapun mengenai cara semuanya dihalalkan, mau main kayu, main sabun atau mainnya yang lainnya. Baginya kemenangan adalah satu-satunya jalan untuk menunjukkan identitas maupun eksistensi diri. Dengan demikian orang diharap akan mengakui dan menghargai kehebatannya.

Dia tidak menyadari, bahwa prinsipnya hanya benar separuh, karena dengan cara demikian bisa menunjukkan jati diri atau keberadaannya, tapi sesungguhnya justru sisi negatif yang ditonjolkan, sementara agar supaya dihargai orang lain …. Bagaimana mungkin?Lain halnya kalau dia melatih timnya dengan cara menjunjung tinggi sportivitas, bagaimana bermain dengan benar dan baik, kalah atau menang bukan tujuan, bahkan kalau bermain secara benar dan baik, kesempatan untuk menang di depan mata? Bukankah dengan bermain dengan benar dan baik, indah untuk ditonton? Bukankah dengan demikian integritas, jati diri dan keberadaannya akan dihargai orang lain?

Karena sesungguhnya bermain sepak bola bukanlah sekadar untuk menang kalah, lebih dari itu sepak bola hendaklah menjadi sebuah permainan yang layak atau tidak untuk ditonton, dinikmati dan diteladani! Lebih tegas, dapat atau tidaknya untuk dihargai!
Sukses lalu dipuji itu biasa; belum berhasil, tapi dihargai, itu luar biasa!
Seorang kuncu, makan tidak mengutamakan kenyangnya;
Bertempat tinggal tidak mengutamakan nyamannya.
(Lun Gie I:14)
Demikianlah dalam ayat-ayat di atas, dinasehatkan, agar di dalam kehidupan ini kita sekalian tidak menghalalkan segala cara, demi mencapai sukses ataupun sebaliknya, namun tetap menjaga kelayakan dalam berupaya. Inilah yang lebih penting. Di sini memang kadangkala kita bisa lupa akan hal menjaga kelayakan tadi, bahkan boleh dibilang, bahwa menomor duakan kelayakannya dan kalau perlu merebut kesuksesan dengan cara yang sama sekali tidak dapat dihargai siapapun, apalagi kalau hanya mengandalkan orang lain!
Seorang murid bertanya kepada Nabi kongcu; hal setelah orang meninggal.
Dijawab: Sebelum mengenal hidup, betapa ingin mengenal hal setelah meninggal? (Lun Goe XI;12)
Begitupula, banyak sekali yang mengguntungkan segala sesuatu itu melulu pada hal-hal yang masih terlampau jauh, yang mengandalkan sesuatu dimasa yang akan datang, tanpa berupaya memahami dan melaksanakan apa yang hari ini sebetulnya lebih dapat diandalkan agar menjadi yang terbaik untuk dilakukan, Sebab hari ini adalah sesuatu yang riil, sedangkan harapan dimasa mendatang sesungguhnya ditentukan dari bagaimana kita memperlakukan diri kita saat ini! (Bukankah untuk menuju jauh harus dimulai dari yang dekat, mendaki ketempat tinggi harus diawali dari yang paling rendah)
Jadilah seorang umat Ji yang bersifat Kuncu,
Janganlah menjadi umat Ji yang rendah Budi.
(Lun Gie VI:13)
Maka yang terpenting adalah dalam saat hidup dimasa kini inilah kita memiliki kewajiban melaksanakan segala hal secara baik dan berkebajikan, layaknya seorang berbudi luhur atau Kuncu. Dengan hidup masa kini dengan cara yang sebaik-baiknya, pastilah kesuksesan masa depan kita pun akan lebih besar kemungkinan tercapainya.**

No comments:

Post a Comment