Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, January 15, 2012

Segala Sesuatu Tidak Kekal

Oleh: Saiman, S.S.


”Yato yato sammasati khadanam  udayabbayam labhati patipamojjam amatam tam vijanatam” Arti :  Bila seseorang dapat melihat dengan jelas akan timbul dan lenyapnya  kelompok kehidupan (khanda),  maka ia akan merasakan kegembiraan dan  ketentraman batin. Sesungguhnya , bagi mereka yang telah mengerti tidak ada lagi kematian” (Dhammapada :374)

KEHIDUPAN yang dimulai dengan kelahiran pasti akan diakhiri dengan kematian. Peroses perubahan atau ketidak kekalan yang terjadi dalam kehidupan ini merupakan sesuatu yang sangat wajar. Makhluk-makhluk yang berada dalam 31 alam kehidupan akan mengalami kematian. Kematian tidak akan membedakan apakah orang itu baik atau tidak baik, apa cantik atau buruk rupa, apakah kaya atau miskin, terkenal atau hina semua pasti akan menglaminya. Ungkapan mengatakan bahwa kematian adalah pasti dan kehidupan adalah tidak pasti.

Menurut Buddha Dharma terdapat dua jenis kematian yaitu kematian yang sudah waktunya (kala-marana) dan kematian yang belum waktunya (akala-marana) dan empat penyebab kematian yaitu : ayukkhaya marana, kammakaya marana, upacchedaka marana, dan ubhayakkhaya marana. Yang pertama adalah kematian yang disebabkan oleh habisnya kehidupan, yang kedua kematian yang disebabkan oleh habisnya kamma pendukung kehidupan, yang ketiga adalah kematian yang disebabkan oleh habisnya usia dan kamma pendukung, dan yang keempat adalah kematian yang disebabkan oleh suatu gangguan yang datang secara tiba-tiba.
Kehidupan diibaratkan sebuah lampu minyak yang apinya padam karena sumbunya telah habis dan minyaknya masih ada. Pada dasarnya orang seperti itu masih mampu untuk tetap hidup karena dukungan dari karmanya masih ada, tetapi jasmaninya tidak dapat menyokong karena sudah terlalu renta atau sakit-sakitan sehingga tidak mampu memperpanjang usianya. Jika lampu minyak padam kerena miyaknya telah habis dan sumbunya masih ada diibaratkan dengan kematian jenis yang kedua. Jika lampu minyak padam dan sumbunya telah habis merupakan jenis kematian yang ketiga. Kematian seperti ini kematian yang telah dialami oleh para suci atau mereka yang telah mencapai tingkat kesucian. Kematian jenis keempat adalah kematian yang tiba-tiba diibaratkan dengan lampu minyak padam karena hebusan angin yang kencang. Dengan memahami pengertian kematian dalam pandangan Buddha, kita akan memahami persoalan kehidupan karena kematian merupakan sebagian dari proses kehidupan.
Dalam sisi yang lain, hidup dan mati atau lahir dan mati merupakan awal dari proses kehidupan yang berulang-ulang. Merenungkan kematian sama saja dengan menghancurkan segala bentuk khayalan dan nafsu serakah yang melekat pada diri manusia dan tidak kalah pentingnya akan memberikan keseimbangan dan pandangan yang sehat mengenai nilai sebuah kehidupan, keturunan, kekayaan, kepandaian, dan lain-lain akan hancur manakala disadari bahwa kematian akan menghancurkan segala bentuk kebendaan itu tanpa kecuali. Oleh karena itu, agar kita dapat terlahir kembali ke alam yang bahagi, kita harus banyak berbuat baik terhadap semua mahluk tanpa kecuali. Sabda Buddha menyebutkan “Dunia ini terselubung kegelapan dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Seperti burung-burung yang dapat melepaskan diri dari jaring, demikian pula hanya sedikit orang yang dapat pergi ke alam surga”. (Dammapada: 174).
Manusia selayaknya hidup dalam kebaikan, tidak menyakiti makhluk lain, senantiasa bersedia menolong siapa saja di mana kita mampu untuk menolongnya, hidup berlandaskan Damma, selalu ingat akan ajaran-ajaran Buddha, dalam kehidupan kita pasti akan terlindung oleh Dhama (Dammo Haverakkhati dhamma carim). Damma akan melindungi mereka yang hidup berlandaskan Dhamma dalam kehidupannya. Dengan melakukan banyak perbuatan baik dan senantiasa melakukan perenungan terhadap kematian yang pasti akan dialami oleh setiap makluk, maka kematian tidak akan lagi menjadi suatu yang menakutkan bagi mereka yang hidup sesuai dhamma. Kita harus memahami bahwa kematian adalah suatu yang nyata dalam kehidupan. Seseorang yang memahami proses kematian yang akan dialami maka kesempatan dalam hidup akan digunakan untuk memupuk kebajikan sehingga akan menghasilkan kebahagiaan pada kehidupan berikutnya.
Menurut Kitab Visuddhi Magga, seorang siswa yang rajin merenungkan kematian akan senantiasa sadar. Pada saat menjelang kematian ia bebas dari ketakutan, mampu menguasai diri, sehinga seandainya tidak mencapai kekekalan Nirwana, setidak-tidaknya ia akan terlahir dialam surga yang akan lebih baik. Marananussati merupakansalah satu bentuk meditasi pelindung. Seperti perenungan terhadap pernafasan yang tujuanya untuk mengembangnkan ketenangan batin.**

No comments:

Post a Comment